MATA BANDUNG - Hakim Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat menyoroti dan mempertanyakan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang telah memberikan sanksi peringatan keras terakhir berkali-kali tapi tak kunjung berhentikan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Di tengah perbincangan hangat terkait putusan DKPP yang memberikan sanksi peringatan keras berkali-kali kepada penyelenggara pemilu, Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Heddy Lugito, menguraikan landasan hukum dan pertimbangan di balik keputusan tersebut.
Hakim Konstitusi Arief Hidayat, mempertanyakan perihal putusan DKPP yang tidak memberhentikan penyelenggara pemilu meski telah disanksi peringatan keras terakhir.
"Amarnya yang pertama memberi sanksi kepada seluruh anggota KPU dengan peringatan keras terakhir, begitu ya. Ini terakhir, kalau besok ada pelanggaran lagi, ya, harus dibuang. Jangan keras terus, terakhir-terakhir terus, sampai enggak selesai-selesai, kan begitu. Jadi, ada itu, ini supaya dijelaskan kepada kita," tandas Arief.
Dalam keterangannya yang disampaikan di Mahkamah Konstitusi, Jakarta pada Jumat kemarin, Heddy menjelaskan bahwa DKPP memusatkan perhatiannya pada pelanggaran etik yang diajukan dalam pengaduan. Menurutnya, putusan DKPP bergantung pada seberapa serius pelanggaran yang dilakukan serta kekuatan bukti yang ada.
"DKPP dalam memeriksa perkara, itu fokus pada pelanggaran etik yang diadukan, dan ini yang sedang kita periksa. Jadi, berapa besar derajat pelanggaran etik perkara itu kita lakukan hukuman atau putusan atau sanksi," kata Heddy saat memberikan keterangan di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat.
Heddy juga menjelaskan bahwa tidak semua laporan yang masuk berujung pada sanksi. Dari 322 laporan yang diterima pada tahun 2023, beberapa kasus ternyata tidak terbukti dan pihak yang dituduh harus direhabilitasi.