MATA BANDUNG - Hari Guru Nasional setiap tahun dirayakan setiap tahun pula perayaan dengan polemik. Belakangan ini polemik di dunia pendidikan yang sedang ramai adalah tentang program guru penggerak. Program ini mempunyai tujuan agar para guru mampu menggerakkan berbagai elemen di sekolah maupun di masyarakat dalam hal pendidikan.
Kelebihan program guru penggerak ini tidak luput dari pro dan kontra. Yang Kontra menyoroti perihal bahwa para guru yang telah lulus mengikuti program ini dapat menjadi pengawas atau kepala sekolah. Hal ini mengusik para guru yang telah mengabdi sekian puluh tahun dan dengan usia yang tidak dapat mengikuti program guru penggerak ini.
Kenapa mereka terusik? Karena perjalanan karier mereka selama puluhan tahun seolah 'terpaksa' terhenti karena syarat sertifikat guru penggerak batas usianya adalah maksimal 50 tahun saat mendaftar.
Baca Juga: Tingkatkan Kompetensi Guru Fisika, Dosen MIPA ITB Lakukan Eksperimen Berbasis Sensor Smartphone
Hadapi polemik
Ke dua hal tersebut memang sedang hangat di kalangan para guru. Pada 25 November yang merupakan hari guru nasional menjadi satu momen mengingatkan kembali mengenai hakikat seorang guru.
Di hari guru menjadi refleksi bagi guru dan masyarakat bahwa sejatinya profesi ini menjadi tonggak peradaban bangsa. Guru yang mempunyai visi dan misi memajukan kehidupan bangsa terkadang dipandang sebelah mata oleh sebagian masyarakat yang masih awam mengenai profesi guru.
Masih banyak orang tua yang mengganggap bahwa mendidik itu mudah. Hal ini tercermin dengan masih adanya orang tua masih dengan mudahnya menyalahkan guru apabila ada perilaku anak yang kurang baik sehingga tanpa sadar perilaku orang tua tersebut menjadi satu dukungan dan membenarkan perilaku anak yang kurang baik.
Baca Juga: Marak Kekerasan Terhadap Guru, Sosialisasi Peraturan Perlindungan Profesi Pengajar Masih Minim
Guru mempunyai peran menanamkan, membentuk dan mengisi jiwa peserta didik agar mempunyai kecerdasan emosi dan spiritual yang baik. Karena di era sekarang peserta didik akan banyak dihadapkan oleh persaingan global. Apabila mereka tidak dibekali kecerdasan spritual dan emosi dikhawatirkan mereka akan mudah menyerah terhadap keadaaan, dan mungkin akan menjadi manusia modern yang lepas dari rasa kemanusiaan.
Selain itu, hari guru menjadi titik refleksi mengenai perjalanan guru yang telah diperjuangkan sejak tahun 1945. Perjalanan yang menyatukan para guru yang saat itu masih terkotak-kotak berdasarkan pendidikan terakhir, ras, agama dan sebagainya.
Baca Juga: Ridwan Kamil Bertemu Guru ASN Pangandaran, Begini Kisi-kisi Solusinya
Guru mempunyai hak memiliki kehidupan yang layak. Tidak sedikit guru yang masih mendapatkan upah jauh dari kata "layak". Sehingga mereka masih harus mencari pekerjaan sampingan guna memenuhi kebutuhan.
Haruskah guru kalah dengan slogan; berjuang tanpa pamrih dengan resiko dan tuntutan yang besar.
Apapun status guru, baik itu PNS, PPPK atau honorer, itu hanya penyebutan status dalam kepegawaian karena hakikatnya guru tetaplah guru dengan berbagai polemik yang harus dihadapi dan yang menjadi penerang para generasi muda. Ujung tombak maju mundurnya peradaban bangsa. Selamat Hari Guru Nasional!***