Network
MATA BANDUNG - Permasalahan sampah di Kota Bandung hingga saat ini masih menjadi perhatian, baik di tingkat Pemerintah Kota maupun Provinsi. Meskipun masa darurat sampah telah berakhir, namun Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung terus berupaya mengubah cara orang mengolah sampah.
Menurut Sekretaris Daerah Kota Bandung, Ema Sumarna, ada sejumlah alasan mengapa pengurangan sampah di Kota Bandung menjadi tantangan. Di antaranya adalah kurangnya penegakan hukum, volume sampah yang tinggi, edukasi sosialisasi yang kurang, dan perilaku mindset.
"Edukasi sosialisasi terus kita lakukan. Secara bertahap itu mendorong mindset yang berubah. Dari masyarakat yang tadinya hanya membuang sampah, sekarang jadi mengolah sampah. Tujuannya agar volume sampah yang dibuang ke TPA itu semakin berkurang," ungkap Ema, Senin 19 Februari 2024.
Baca Juga: Pemkot Bandung Bentuk Satgas Percepat Implementasi Kebiasaan Baru Pengelolaan Sampah Berkelanjutan
Sebagai tanggapan, Dudy Prayudi, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Bandung, mengatakan bahwa sampah organik sudah tidak boleh dibuang ke TPA Sarimukti saat ini. Karena itu, pengolahannya harus ditingkatkan di hulu.
"Januari kemarin, dari 151 kelurahan di Kota Bandung, sudah ada 125 kelurahan yang mengoperasikan rumah maggot. Dengan ini, total sampah organik yang sudah diolah dengan maggotisasi mencapai 377 ton hingga Januari lalu," jelas Dudy.
Targetnya adalah rumah maggot dapat mengolah 1 ton sampah organik per hari di setiap kelurahan. Dengan demikian, jika setiap kelurahan mengoperasikan rumah maggot secara aktif, jumlah sampah per hari akan berkurang sebanyak 151 ton.
