KPK Harus Koordinasi dengan Kejaksaan, Dalam Pidana Korupsi Koneksitas

- 7 Maret 2024, 22:08 WIB
Laksamana Muda TNI (Purn) Soleman B. Ponto , ketika dihadirkan sebagai saksi Ahli Presiden (Pemerintah) dalam perkara Pegujian Materiil  Kepastian Hukum Pidana Korupsi Koneksitas, di Mahkamah Konstitusi RI.
Laksamana Muda TNI (Purn) Soleman B. Ponto , ketika dihadirkan sebagai saksi Ahli Presiden (Pemerintah) dalam perkara Pegujian Materiil Kepastian Hukum Pidana Korupsi Koneksitas, di Mahkamah Konstitusi RI. /Mahkamah Konstitusi RI

MATA BANDUNG – Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) harus berkoordinasi dengan kejaksaan, apabila tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan umum dan peradilan militer.

Hal ini disampaikan oleh Laksamana Muda TNI (Purn) Soleman B. Ponto , ketika dihadirkan sebagai saksi Ahli Presiden (Pemerintah) dalam perkara Pegujian Materiil Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 45).

Pemeriksaaan Perkara Pengujian Materiil Undang-Undang ini, dilakukan di Ruang Sidang Gedung Mahkamah Kostitusi RI di Jakarta, Senin 4 Maret 2024 lalu. Yang diajukan oleh pemohon Gugum Ridho Putra yang diwakili Kuasa Hukum Pemohon Irfan Maulana Muharam dan kawan-kawan, dalam acara Mendengarkan Keterangan Ahli Presiden dan Ahli Pihak Terkait KPK.

 “Agenda siang hari ini, seyogianya memang mendengar Keterangan Ahli dari Pemerintah dan dari KPK. Jadi ketika penyampaian keterangannya dari Ahli KPK terlambat, kami akan beri kesempatan berikutnya,” kata Ketua Majelis Suhartoyo.

Karena itu pada acara pemeriksaan perkara, hanya meminta keterangan Ahli dari pihak Pemerintah saja dalam hal ini Laksamana Muda TNI (Purn) Soleman B. Ponto.

Pasal 24 UUD 45, kata Soleman, mengatur tentang Kekuasaan Mahkamah Agung. Pasal 18, yang mengatur tentang 5 peradilan, di situ ada Peradilan Umum, Peradilan militer, Peradilan Agama, TUN, dan Mahkamah Konstitusi.

Ketentuan Pasal 5 Undang-Undang 31 Tahun 1997 itu mengatur bahwa Pengadilan Militer berada di lingkungan Peradilan Militer. Lalu pada Pasal 9 mengatur bahwa yang menjadi subjek Peradilan Militer itu adalah Prajurit TNI, Pegawai Negeri Militer, dan orang-orang yang disetarakan dengan militer, diatur sesuai oleh Undang-Undang.

“Kemudian Pasal 69 Undang-Undang 31 mengatur tentang Penyidik. Penyidik itu ada POM, Ankum, dan Oditur,“ kata Soleman.

Lalu Pasal 2, Buku 1 KUHPM, lanjut Soleman, ini mengatur bahwa untuk Anggota TNI atau untuk militer yang melaksanakan pelanggaran di aturan yang belum diatur oleh KUHPM (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer), bisa digunakan Undang-Undang tentang Pidana Umum, dalam hal ini Undang-Undang 31 Tahun 1999 tentang Tipikor, ini dapat dimanfaatkan Untuk digunakan di bawah bendera KUHPM.

Halaman:

Editor: Miradin Syahbana Rizky

Sumber: Youtube MK RI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x