Kajian Islam AKRONIM, BERDIRI SEMPURNA = KEMAMPUAN TERBAIK

- 23 Maret 2022, 09:08 WIB
Prof AKRONIM Ustad Dadan Sundayana
Prof AKRONIM Ustad Dadan Sundayana /dok Mata Bandung/

AKRONIM

( Alternatif Kajian Ruhiyah dengan Orientasi Nilai nilai Islam sebagai Motivasi hidup dan beramal)

BERDIRI SEMPURNA = KEMAMPUAN TERBAIK
( Seri ESENSI SHOLAT )

Urutan berikutnya setelah WUDHU sebagai PERSIAPAN YANG SEMPURNA, dalam Seri ESENSI SHOLAT adalah BERDIRI SEMPURNA yang bermakna KEMAMPUAN TERBAIK..

BERDIRI SEMPURNA adalah salah satu Rukun Sholat yang dalam keadaan normal wajib dilakukan ketika melaksanakan Sholat..

Walaupun jika dalam keadaan darurat karena sakit misalnya boleh tidak dengan berdiri sesuai dengan keadaan badan yang mampu dilakukan.

Namun tetap BERDIRI SEMPURNA adalah keharusan bahkan Sholat itu sendiri sering disebut dengan Qiyam yang artinya BERDIRI..

Berikut beberapa penjelasan tentang BERDIRI dalam SHOLAT...

Baca Juga: Pemprov Jabar Gelar Operasi Minyak Goreng Murah, Khusus Untuk Golongan Ini

Baca Juga: 23 Maret Memperingati Bandung Lautan Api, Peristiwa Kebakaran Besar di Bandung

BERDIRI , khususnya pada sholat fardhu/wajib adalah sebuah keharusan yang disepakati oleh para ulama (Al-Majmu’: 3/258). Dalam kondisi apapun jika masih memungkinkan untuk berdiri maka berdiri dalam sholat fardhu itu wajib hukumnya, berdasarkan firman Alloh SWT:

وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ

“… dan berdirilah untuk Alloh (dalam sholatmu) dengan khusyu” (QS. Al-Baqoroh: 238)

Juga hadits Rosuululloh Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh sahabat Imron bin Hushain:

روى عمران ابن الحصين رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم قال " صَلِّ قَائِمًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا فَإِنْ لم تستطع فعلي جنب "

Imran bi Hushain RA. meriwayatkan, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: “Sholatlah dengan berdiri, jika tidak mampu sholatlah dengan duduk, jika tidak mampu sholatlah dengan berbaring” (HR. Bukhori).

Berbeda dengan pelaksaan sholat sunnah, dimana hukumnya boleh dikerjakan dengan duduk walaupun sebenarnya mampu untuk berdiri, karena Rosuululloh Muhammad SAW sering melaksanakan sholat sunnah diatas kendaraannya (onta) dan beliau sholatnya dengan duduk. Hanya saja berdiri tetap lebih utama jika masih mampu untuk berdiri.

Namun bagi mereka yang sudah berumur atau sedang dalam kedaan sakit, maka kewajiban berdiri pada sholat wajib hukumnya gugur, sehingga sholat fardhu tersebut sah jika dikerjakan degan duduk atau beraring.

Akan tetapi sholat sunnah yang sengaja dilakukan duduk padahal masih mampu berdiri akan mendapat setengah dari pahala berdiri, sesuai dengan hadit Rosuululloh SAW:

مَنْ صَلَّى قَائِمًا فَهُوَ أَفْضَلُ وَمَنْ صَلَّى قَاعِدًا فَلَهُ نِصْفُ أَجْرِ الْقَائِمِ وَمَنْ صَلَّى نَائِمًا فَلَهُ نِصْفُ أَجْرِ الْقَاعِدِ

“Siapa yang sholat berdiri maka itulah yang paling utama, dan barang siapa yang sholat dengan duduk maka baginya setengah dari pahala berdiri, dan barang siapa sholat dngan berbaring maka bagainya setengah dari pahala yang duduk” (HR. Bukhori).

Batasan berdiri yang dimaksud adalah lawan dari kata duduk, sehingga selagi posisi seseorang masih terkatagori berdiri maka yang demikian sudah masuk dalam batasan berdiri yang dimaksud.

Hanya saja para ulama Hanafiyah menilai bahwa berdiri itu adalah posisi tegak dimana kedua tangan yang diluruskan tidak akan mengenai lutut.

Bagi ulama Malikiyah dan Hanabilah berdiri itu adalah bukan duduk dan juga bukan menunduk sehingga sudah berubah ke posisi rukuk.

Sedangkan bagi ulama Syafiiyah berdiri adalah posisi dimana tulang belakang tegap lurus, walaupun lehernya menunduk (Mausuah Fiqh Al-Islami, 1/681).

Berdiri dengan Bersandar

Menurut ulama Hanafiyah jika seseorang bersandar dengan tiang atau dengan tongkatnya dimana jika tiang dan tongkat itu diambil dia akan jatuh padahal dia mampu untuk berdiri sempurna maka hukumnya tidak sah.

Sehingga para ulama dari mazdhab Hanafi ini berpendapat bahwa syarat berdiri itu adalah istiqlal/bebas dari bantuan tongkat/dinding/tiang/lainnya.

Hal senada juga pendapat dari para ulama Malikiyah, bahkan pendapat berikut sedikit lebih longgar, walaupun berdiri itu wajib istiqlal (bebas dari sandaran) namun boleh bersandar selain pada tiga waktu; takbirotul ihrom, membaca Al-Fatihah dan rukuk.

Sehingga jika ada yang bersandar pada saat membaca surat setelah Al-Fatihah maka hukumnya sah, akan tetapi tidak boleh duduk, karena jika duduk berarti sudah tidak berdiri lagi.

Dalam madzahab As-Syafii ada tiga pendapat, namun diyakini pendapat yang paling kuat dalam madzhab ini bahwa hukum berdiri sambil bersandar dengan tiang, manusia atau tongkat tidak membatalkan shalat, walaupun tetap dinilai makruh, alasan sederhananya karena posisi seperti ini tetap masuk dalam katagori berdiri, namun jika posisinya menggantung, dimana saat bersandar dia bebas menggerakkan atau bahkan mengangkat kedua kakinya, yang demikian hukumnya batal.

Sedangkan para ulama dari Hanabilah sependapat dengan Hanafiyah dan Malikiyah bahwa berdiri dalam sholat wajib itu syaratnya harus istiqlal dimana tidak dalam posisi bersandar dengan tiang, manusia, atau dengan tongkat.

Berdiri yang dimaksud oleh para ulama adalah dengan posisi kedua kaki menapak tanah atau tempat dimana dia berdiri, makruh hukumnya berdiri dengan sebelah kaki jika tanpa alasan, makruh juga berdiri dengan kedua kaki dirapatkan sehingga jari-jari kaki kanan dan kiri seakan bersatu, sama makruhnya jika berdiri dengan posisi satu kaki didepan dan satu lagi dibelakang, mirip seperti pose mereka yang mau difhoto, dan hendaknya jari-jari kaki pada saat berdiri dalam posisi menghadap ke arah qiblat.

Berdiri Lama

Jika dalam sholat berjamaah tentunya imam harus menyesuaikan lama berdiri dengan jamaah, sehingga aktivitas takbirotul ihrom, membaca Al-Fatihah dan membaca surat setelahnya semua harus menyesuaikan degan makmum, standarnya adalah makmum bukan imam, membaca surat-surat pendek setelah Al-Fatihah bukanlah hal yang aib, bahkan dibeberapa waktu ia lebih utama, tidak heran jika dalam madzhab Maliki (Tafsir Al-Qurthubi: 20/248) berpendapat bahwa mengkhatamkan Al-Quran 30 juz pada sholat tarawih dalam bulan ramadhan bukanlah hal yang disukai, jika memang makmumnya banyak kaum tua yang sudah tidak kuat.

Imam Muslim meriwayatkan hadits Aisyah RA, bahwa Rosuululloh SAW pernah mengutus sahabat dalam suatu peperangan, dan sahabat ini ketika menjadi imam shalat selalu membaca surat Al-khlas dalam shalatnya, ketika pasukan ini kembali mereka menceritakan perihal itu kepada Rosuululloh SAW, lalu beliau bersabda: “Tanyakanlah kepadanya kenapa dia berbuat seperti itu?”, kemudian mereka menanyakan perihal tersebut, dan dijawab: “Sungguh didalam surat Al-Ikhlas ada sifat Alloh dan saya senang untuk selalu membacanya”, akhirnya Rosuululloh SAW bersabda:

أخبروه أن الله عز وجل يحبه

“Kabarkan kepadanya bahwa Alloh SWT juga mencintainya” (HR. Muslim)

Dalam kesempatan lain Imam Turmudzi meriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik RA berkata: Dulu ada sahabat dari kalangan Anshor sering menjadi imam di masjid Quba, setiap kali selesai membaca surat Al-Fatihah beliau selalu membaca surat Al-Ikhlas, setelah selesai dari surat Al-Ikhlas barulah beliau membaca surat yang lainnya, dan yang demikian dilakukannya pada setiap rakaat, lalu sahabat-sahabat yang lain menasihatinya, mengapa melakukan seperti itu, mengapa tidak mencukupkan dengan Al-Ikhlas saja, atau mencari surat yang lain saja. Dijawab oleh sang Imam: “Saya tidak bisa meninggalkan surat Al-Ikhlas, saya akan tetap melakukan itu jika kalian mau saya menjadi imam, jika tidak maka saya tidak akan menjadi imam lagi”. Akhirnya perkara ini sampai kepada Rosuululloh SAW, beliau bersabda: “Kabarkan kepadanya apa yang membuatnya selalu membaca surat (Al-Ikhlas) ini pada setiap rakaat?”, dia menjawab: “Ya Rosuululloh, sungguh saya mencintai surat ini”. Lalu Rasuulullah SAW bersabda: “

Baca Juga: Lirik Lagu Snowman dari SIA, Dinyanyikan Danar Widianto di Gala Show 8 X Factor Indonesia.

إن حبها أدخلك الجنة

“Sungguh cintamu kepadanya (surat Al-Ikhas) akan membuatmu masuk surga” (HR. Turmudzi)

Akan tetapi berdiri lama dibandingkan dengan aktivitas sholat yang lainnya dinilai lebih utama. Misalnya berdiri lama itu lebih utama dibandingkan dengan rukuk dan sujud. Hal ini disandarkan dengan hadits Rosuululloh SAW melalui sahabat Jabir:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سثل أَيُّ الصَّلَاةِ أَفْضَلُ قَالَ " طُولُ الْقُنُوتِ "

Bahwa Rosuululloh SAW ditanya sholat apakah yang paling utama, lalu beliau bersabda: “yang lama qunutnya (berdirinya)” (HR. Muslim)

Sedangkan mempanjang sujud dinilai lebih utama untuk aktivitas lainnya selain berdiri, sesuai dengan hadits Rosuululloh SAW dari sahabat Abu Huroiroh RA bahwa Rosuululloh SAW bersabda:

أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ

“Posisi seorang hamba yang paling dekat dengan Tuhannya adalah saat dimana dia sujud” (HR. Muslim).

Lalu apa kaitannya dengan meraih kesuksesan...???

BERDIRI SEMPURNA seperti dianalogikan diatas maknanya adalah KEMAMPUAN TERBAIK..
Artinya BERupayalah Dengan sungguh-sungguh jika Ingin Raih Impian, SEMua Potensi seUtuhnya tanpa Ragu dengan Niat karena Alloh SWT KErahkan seMAksimal Mungkin hingga mencapai PUncaknya yang dengan itu setiap Apapun upaya yang diNiatkan meraih hasil TERBAIK, yaitu TERcapai BAhagia yang Iringi Kepuasan setelah berbagai upaya dilakukan.

Semoga Bermanfaat ..

Editor: Ipan Sopian


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah