MATA BANDUNG - Seperti yang diketahui bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian, Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh seorang warga negara Indonesia (WNI) bernama Almas Tsaqibbirru Re A yang berasal dari Surakarta, Jawa Tengah pada sidang 16/10/2023.
Muncul berbagai reaksi dari masyarakat bahwa putusan tersebut terkesan ganjal. Dalam putusan perkara tersbut terdapat pula pendapat berbeda (dissenting opinion) dari 4 (empat) orang Hakim Konstitusi, yaitu Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams, Hakim Konstitusi Saldi Isra, Hakim Konstitusi Arief Hidayat, dan Hakim Konstitusi Suhartoyo.
Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams menyatakan bahwa perkara demikian merupakan perkara yang sederhana namun seolah menjadi sangat kompleks.
“Dalam keyakinan saya seharusnya secara yuridis dan teknikalitas sangatlah sederhana untuk diputus oleh Mahkamah, tetapi seolah-olah menjadi sangat kompleks sebagai akibat dari terlalu besarnya dosis penggunaan aspek-aspek nonyudiris yang secara kontekstual sulit dipungkiri sangat menyelimuti dinamika persidangan terhadap perkara i.ni," terang Hakim Wahiduddin dalam dissenting opinion dalam Putusan Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Selanjutnya Hakim Konstitusi (MK) Saldi Isra yang menyatakan bahwa putusan ini merupakan putusan yang luar biasa.
“Baru kali ini saya mengalami peristiwa “aneh” yang “luar biasa” dan dapat dikatakan jauh dari batas penalaran yang wajar: Mahkamah berubah pendirian dan sikapnya hanya dalam sekelebat.” ungkap Hakim Saldi dalam dissenting opinion Putusan Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Sementara itu Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyatakan bahwa penentuan syarat usia minimal untuk menjadi Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden merupakan opened legal policy