Tercium Bau Amis, Pengamat Politik Syarif Bastaman Kritik Penambahan Hutang Luar Negeri di Kementrian Prabowo

1 Desember 2023, 15:32 WIB
Tak Ada Urgensi, Pengamat Politik Syarif Bastaman Kritik Penambahan Hutang Luar Negeri di Kementrian Prabowo /Pikiran-Rakyat.com/

MATA BANDUNG - Pengamat politik dan juga alumni Unpad Syarif Bastaman mencurigai adanya ketidakberesan anggaran belanja alat utama sistem pertahanan (alutsista) dari pinjaman luar negeri yang naik cukup signifikan di Kementrian Pertahanan (Kemenhan).

Untuk itu, Syarif Bastaman mempertanyakan kegentingan belanja alutsista dari pinjaman luar negeri untuk periode 2020-2024 sejumlah US$25 miliar setara Rp385 triliun (kurs Rp15.400 per dolar AS).  Terlebih untuk penambahan 5 Milyar USD pada belanja alutsista khusus tahun 2024.

"Gak ada yang genting dan karena itu urgensinya dipertanyakan. Apalagi Menhan kan Capres? Dan sekarang sudah masuk masa kampanye. Ini mencurigakan karena tahun-tahun lainnya tetap sesuai Renstra tanpa perubahan/peningkatan," ucap pria yang akrab disapa Kang Iip ini.

Baca Juga: Bey Machmudin Sebut Keterbukaan Informasi Badan Publik adalah Keharusan

Dia menambahkan, bau amis pun sangat tercium karena hak tersebut dianggarkan di masa kampanye. Terlebih, belanja Alutsista umummya melalui penunjukan langsung.

"Its a bit fishy! Ada bau amisnya karena dianggarkan di masa kampanye, sedangkan Menhan adalah capres. Karena pengadaan alutsista umumnya melalui pembelian atau penunjukkan langsung bukan melalui tender," katanya.

Apalagi, kata dia, saat memberikan pengumuman itu Menteri Keuangan Sri Mulyani pun nampak menunjukkan keberatan hati dengan keputusan Presiden Jokowi tersebut. Sehingga muncul isu bahwa kabinet Indonesia Maju mulai hambar dan terpecah.

Baca Juga: Targetkan Kelola 60 Ton Sampah, TPS Gedebage Segera Beroperasi

"Itu dia kelihatan sekali Bu Menkeu terpaksa mengikuti perintah kali ini. Karena ini merupakan realokasi anggaran. Memangnya urgent alutsista ini? Tapi masuk akal karena belanja alutsista kan tanpa tender!" ujarnya.

Dengan kondisi yang ada ini, Syarif Bastaman pun tetap berharap pemerintah tetap benar-benar dalam keadaan netral. Sehingga jangan ada kecenderungan mengarah ke negara kekuasaan atau negara seperti jaman Orba.

"Rakyat harus diedukasi secara massive bahwa ada praktek bernegara kita yang tidak lempeng, yang bengkok melenceng dan bisa membawa kita ke jaman gelap demokrasi lagi. Saatnya civil society dan kelas menengah bersuara keras untuk mencegah ini terjadi," tuturnya. ***

Editor: Miradin Syahbana Rizky

Tags

Terkini

Terpopuler