Kata Pakar di Sidang KIP: MoU KPU dengan Alibaba dan ITB Harus Dibuka ke Publik karena Gunakan Anggaran Negara

20 Maret 2024, 15:44 WIB
tangkapan layar suasana persidangan sengketa informasi /Dok. tangkapan layar suasana persidangan KIP/

 

MATA BANDUNG - Dalam persidangan sengketa informasi yang digelar Komisi Informasi Pusat (KIP) pada Senin, 18 Maret 2024, salah satu pakar atau ahli yang hadir menyebutkan bahwa Memorandum of Understanding (MoU) Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan Alibaba dan Institut Teknologi Bandung (ITB) harus dibuka ke publik karena menggunakan anggaran Negara. Simak penjelasannya di sini.

Komisi Informasi Pusat (KIP) kembali menyelenggarakan persidangan untuk ketiga kalinya antara Pemohon Badan Hukum Yakin (Yayasan Advokasi Hak Konstitusi Indonesia) terhadap KPU  Republik Indonesia.

Dalam persidangan tersebut yang digelar di ruang sidang utama Sekratariat KIP Wisma BSG Jakarta pada hari Senin, 18 Maret 1924, pihak Pemohon menghadirkan empat ahli sekaligus, yaitu ahli telematika Dr. Roy Suryo Notodiprodjo, yang hadir secara daring melalui aplikasi Zoom. 

Baca Juga: Waduh KPU Tidak Hadir dalam Persidangan Sengketa Informasi yang Digelar KIP, Kenapa Sih? Cek di Sini!

tangkapan layar suasana persidangan sengketa informasi

Kemudian, ahli dalam psikologi politik tentang kepentingan publik dalam mengetahui informasi yaitu Junman Abraham, seorang Professor Psikologi Politik di Binus Jakarta, hadir secara offline di ruang persidangan.Lalu, spesialis IT, Dr. Wahyudi Natakusuma, dan mantan Ketua KIP periode pertama, Ir. Dr. Abdul Rahman Ma'mun yang juga hadir secara langsung dalam persidangan.

Roy Suryo menyatakan bahwa hak publik untuk mendapatkan informasi tentang setiap langkah, mulai dari pencoblosan hingga perhitungan secara manual berjenjang, terutama tentang informasi tentang aplikasi Sirekap KPU, yang mengumpulkan lebih dari 800 ribu formulir C1 hasil di TPS di seluruh Indonesia.


"Publik harus bisa memonitor pengumpulan hasil form C1 melalui data Sirekap KPU agar anggota masyarakat ikut berpartisipasi memantau kebenarannya, termasuk oleh Yakin," jelas Roy dalam persidangan secara daring.

Baca Juga: KPU Akhirnya Benarkan Ada Kontrak dengan Alibaba Cloud, KIP Minta KPU Uji Konsekuensi Ulang, Wah Ada Apa?


Roy juga mengucapkan terima kasih kepada KIP karena telah membuka tabir kebenaran informasi tentang adanya kerjasama antara KPU dengan Alibaba Cloud yang diminta Pemohon. Dia mengatakan bahwa hal tersebut telah melindunginya dari laporan berita hoaks, karena dia adalah orang pertama yang mengatakan server Sirekap dikelola Alibaba di Singapura.

Menurut Roy Suryo, selaku Pemohon, Yakin, seharusnya tidak hanya meminta informasi terkait proses pengadaan dan kontrak antara KPU dan Alibaba tapi juga sekaligus meminta informasi MoU antara KPU dan Alibaba. Termasuk informasi MoU antara Institut Teknologi Bandung (ITB) dan KPU harus dibuka ke publik karena menggunakan anggaran Negara.

Selanjutnya, dalam persidangan, Prof. Jumenan berpendapat bahwa, untuk menjamin integritas pemilu, permintaan data mentah sangat penting. Dia berharap peneliti dapat menjadi fungsi kontrol deteksi dini, secara psikologi menjamin kesejahteraan bathin pemilih dan masyarakat sehingga mendukung kepercayaan terhadap hasil pemilu.

“Seharusnya peneliti dapat menjadi fungsi control deteksi dini, secara psikologi menjamin kesejahteraan bathin pemilih dan masyarakat sehingga mendukung trust terhadap hasil pemilu,” harapnya.

Baca Juga: Mahfud Minta kepada KPU Agar yang Melakukan Audit Forensik Sirekap adalah Lembaga Independen

Ia menyebutkan bahwa memastikan komponen apa yang mempengaruhi pemilu sangat penting, karena ini merupakan hal urgent bagi generasi Z yang memerlukan pendidikan politik yang lebih baik melalui keterbukaan data. 

Selain itu, dia menekankan bahwa generasi Z sebagai mayoritas pemilih yang selama ini apatis untuk memilih dalam pemilu dapat meningkat partisipasi dan kepercayaannya jika proses dan hasil pemilu dibuka.

“Jika keterbukaan informasi proses dan hasil pemilu dilakukan maka dapat dipastikan generasi z sebagai mayoritas pemilih yang selama ini apatis untuk memilih dalam pemilu bisa meningkat partisipasi dan kepercayaannya,” tegasnya lagi.

 

Dalam menanggapi pertanyaan majelis tentang risiko kerja sama KPU dengan Alibaba, Dr. Wahyudi Natakusuma, ahli teknologi, mengatakan bahwa tidak ada masalah yang signifikan jika server data berada di Indonesia dan IP Addressnya tidak dipublikasikan. Menurutnya, adapun front end, yang dapat diakses di seluruh dunia, seperti yang dilihat di Amerika Serikat dan Eropa, hanyalah refleksi dari back end (server).

Baca Juga: Komnas HAM: KPU Harus Berikan Hasil Data Suara yang Akurat, Bagian dari Hak Publik atas Keterbukaan Informasi

Terakhir, ahli Ir. Dr. Abdul Rahman Ma'mun menyatakan dalam persidangan bahwa data portal pemilu 2024 yang dikelola KPU termasuk informasi publik seperti informasi C hasil yang digunakan untuk membuat gambar grafik yang dapat diakses secara cepat dan mudah. Menurutnya, jika informasi grafik dari Sirekap dihentikan oleh KPU, KPU dapat dianggap melanggar karena menghilangkan grafik tersebut.

Menurutnya, KPU bisa kecualikan informasi jaringan tapi tidak seluruhnya dikecualikan. 

“UU KIP memastikan perjanjian dengan pihak ketiga merupakan informasi terbuka, Perki 1 2021 sangat rinci mengenai keterbukaan informasi pengadaan barang dan jasa bisa mengacu pada norma tersebut,” katanya menjelaskan.

Baca Juga: ICW Minta Transparansi KPU Soal Dokumen Sirekap, Eggy: Ingin Periksa Apakah Tata Kelolanya Baik dan Bersih?

 

Bahkan ia menyatakan bahwa KPU tidak dapat menghilangkan informasi tersebut dari tranparansi keterbukaan informasi pemilu karena karena legal standing Pemohon adalah Yayasan yang bisa sebagai badan publik mengelola informasi yang dikecualikan oleh Termohon.

“Pemohon bisa memperoleh informasi dikecualikan dari KPU tapi terbatas tidak untuk dipublikasikan, jika bocor ke publik, Pemohon bisa kenakan Pasal 54 UU KIP mengenai sanksi pidana,” tegasnya.

Ketua majelis memutuskan bahwa persidangan akan dilanjutkan pada hari Kamis 21 Maret 2024 untuk memeriksa hasil uji konsekuensi Termohon. Persidangan akan dimulai pada hari 27 Maret 2024 dengan agenda putusan.***

Editor: Mia Nurmiarani

Sumber: Komisiinformasi.go.id

Tags

Terkini

Terpopuler