“Ini sangat terlihat pada saat penyampaian visi misi, di momen ini Anies menyampaikan kelemahan paslon lawan daripada fokus kepada perubahan apa yang ingin diusungnya,” kata Monica.
Menurutnya, lebih banyak “rasa” juga terlihat dari pilihan kata yang digunakan oleh Anies, misalnya saat menyampaikan kalimat penutup dengan frase “Saya rasa..”.
Selain itu, pakar gestur dan mikroekspresi berlisensi dari Inggris tersebut menemukan bahwa Anies banyak menampilkan gerakan membasahi bibir.
Hal ini bisa memiliki beberapa arti tergantung pada konteks dan situasi di mana gestur tersebut terjadi, bisa merupakan tanda kegugupan atau ketidaknyamanan sebagai respon terhadap situasi yang menegangkan atau sulit.
Gestur ini, lanjut Monica, dapat juga berarti sedang mempertimbangkan sesuatu atau berpikir. Pada beberapa kasus, gestur tersebut juga mencerminkan ketidaksetujuan atau keengganan akan hal yang kurang ia sukai. Atau secara umum bisa juga menjadi penanda kondisi kehausan.
“Menyampaikan sesuatu dengan gaya retorika adalah merupakan garis dasar dari Anies, sehingga kedalaman esensi gagasan kurang dapat ditangkap,” Monica menjelaskan.
Sedangkan untuk Prabowo Subianto, Monica menilai mungkin terlihat spontan dan tanpa beban saat debat perdana capres, namun hasil analisa gestur dan mikroekspresi menyatakan sebaliknya.
“Secara umum, Prabowo terlihat spontan dan tanpa beban, namun benar kah demikian? Tidak!” kata dia.
Dengan mempertimbangkan riwayat kondisi kesehatan Prabowo, analisa terhadap ekspresi wajah melalui pergerakan mikro otot-otot wajah menjadi kurang akurat, sehingga boleh diabaikan. Namun demikian, untuk mengetahui kondisi emosional, Monica berhasil menganalisa melalui suara dan gaya verbal yang digunakan.