Guru Besar Komunikasi Unair: Jokowi Contoh Sukses Sistem Demokrasi yang Kini Justru Mencederai Demokrasi

- 9 Februari 2024, 16:35 WIB
Guru Besar Komunikasi Unair: Jokowi Contoh Sukses Sistem Demokrasi yang Kini Justru  Mencederai  Demokrasi
Guru Besar Komunikasi Unair: Jokowi Contoh Sukses Sistem Demokrasi yang Kini Justru Mencederai Demokrasi /Dok. Tangkapan layar youtube/

MATA BANDUNG - Guru Besar Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Airlangga (Unair) Prof. Dr. Henri Subiakto mengatakan, demokrasi dinikmati oleh seluruh warga negara  Indonesia sejak tahun 1998 paska era reformasi. Hal tersebut ia sampaikan dalam aksi Seruan Moral Bela Negara Guru Besar Imu Komunikasi se-Indonesia secara daring, 7 Februari 2024.

Ia menyatakan bahwa demokrasi merupakan sebuah sistem yang diperjuangkan oleh rakyat Indonesia di era reformasi pada tahun 1998. Sebuah sistem di mana kebebasan berpendapat bisa dinikmati seluruh warga negara Indonesia.

"Orang-orang yang dulunya tidak mungkin menjadi pemimpin bisa menjadi pemimpin, ada tukang kayu bisa menjadi walikota, bisa menjadi gubernur, bahkan sampai menjadi presiden," kata Henri yang telah menjadi Guru Besar Komunikasi Unair sejak 2015.

Menurut Henri, sekarang siapa pun yang bisa menjabat sebagai bupati atau walikota, terutama mereka yang memiliki akses kepada kekuasaan, seperti tentara. Dahulu, tetapi sekarang, siapa pun di Indonesia yang memiliki kemampuan untuk berkomunikasi politik dengan baik dan mampu menjadi pemimpin daerah, bahkan Gubernur atau Presiden.

Baca Juga: Guru Besar Ilmu Komunikasi se-Indonesia Gelar Seruan Moral Bela Negara, Begini Pernyataan Lengkapnya!

Guru Besar Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Airlangga (Unair) Prof. Dr. Henri Subiakto
Guru Besar Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Airlangga (Unair) Prof. Dr. Henri Subiakto Instagram/@henry_subiakto.

Dikatakan Henri, salah satu yang menjadi simbol kesuksesan dari sistem demokrasi sebenarnya adalah Jokowi.

"Jokowi orang dari nothing menjadi something menjadi presiden karena demokrasi. Tapi ketika kemudian demokrasi sudah menempatkan dia sebagai penguasa negeri ini, nampaknya ada banyak hal yang menyebabkan dia justru mencederai demokrasi itu bahkan mengancam demokrasi itu. Dengan apa yang dilakukan sekarang ya sebagai kepala negara tidak Netral," ungkap Henri dalam aksi Seruan Moral tersebut.

"Dia sebagai Kepala Negara, mencoba untuk mengubah regulasi yang ada dalam konteks demokrasi ini, sehingga ternyata anaknya yang kemudian ditempatkan menjadi calon Presiden," sesal Dosen komunikasi Politik Unair yang sempat menjabat menjabat Staf Ahli Kementerian Komunikasi dan Informatika selama 15 tahun tersebut.

Halaman:

Editor: Mia Nurmiarani


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah