Guru Besar Komunikasi UGM Sebut Mesin Budaya Jangan Cuma Hanya Pemerintah dan Oligarki

- 11 Februari 2024, 19:21 WIB
Guru Besar Komunikasi UGM Sebut Mesin Budaya Jangan Cuma Hanya Pemerintah dan Oligarki
Guru Besar Komunikasi UGM Sebut Mesin Budaya Jangan Cuma Hanya Pemerintah dan Oligarki /Dok. ugm.ac.id/

 

MATA BANDUNG - Guru Besar Ilmu Komunikasi, Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof. Dr. Ana Nadhya Abrar mengatakan bahwa yang dibutuhkan adalah prakarsa. Hal tersebut ia sampaikan dalam aksi Seruan Moral 'Serukan Bela Negara, Selamatkan Indonesia' Guru Besar Ilmu Komunikasi se-Indonesia yang dilaksanakan secara daring melalui zoom pada 7 Februari 2024 yang ditayangkan ulang di youtube.

Dia menjelaskan bahwa menurutnya, masyarakat dan pemerintah merupakan pihak yang membutuhkan prakarsa. Prakarsa diperlukan untuk menyelesaikan masalah. Dia mengungkapkan bahwa persoalannya adalah selama ini orang di kampus dianggap tidak punya prakasa, padahal menurutnya mereka punya.

"Siapa yang membutuhkan prakarsa itu? masyarakat juga pemerintah. Prakarsa untuk apa? perkarsa untuk menyelesaikan masalah. Nah persoalannya adalah selama ini kita yang di kampus ini dianggap tidak punya Prakasa. Kita punya Prakasa tapi tidak dianggap," ungkap Guru Besar Ilmu Komunikasi UGM yang memperoleh gelar Ph.D. dalam jurnalisme dari Universiti Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia.

Dikatakan Abrar mesin budaya yang bekerja selama ini hanya dua, oligarki dan pemerintah. Kedua elemen itulah yang selama ini menciptakan sistem sosial, sistem ekonomi, sistem politik, dan sebagainya. Melalui badan-badan yang resmi seperti DPR, MPR. Tetapi kata Abrar, sebenarnya yang jadi mesin budaya itu hanya dua.

Baca Juga: Guru Besar Komunikasi Unair: Gerakan Moral Kampus Tidak Ada Mobilisasi, Murni Keprihatinan Para Akademisi

Guru Besar Komunikasi UGM Sebut Mesin Budaya Jangan Cuma Hanya Pemerintah dan Oligarki
Guru Besar Komunikasi UGM Sebut Mesin Budaya Jangan Cuma Hanya Pemerintah dan Oligarki

"Agar kita orang kampus ini terutama guru besar bisa jadi mesin budaya, kita harus punya prakarsa. Untuk menyelesaikan masalah, kita punya kemampuan itu. Karena menyelesaikan masalah itu kan kemampuan kognitif yang terakhir. Kemampuan kognitif pertama itu menghafal, kemudian kemampuan kognitif yang kedua itu menganalisis, sedangkan kognitif yang paling tinggi adalah menyelesaikan masalah," kata Abrar Guru Besar Ilmu Komunikasi kelahiran 1959 ini.

Abrar juga menyarankan bahwa prakarsa harus tetap diupayakan, oleh para akademisi, dan disampaikan kepada pemerintah atau kepada siapa pun yang mengurus hal tersebut.

Baca Juga: Guru Besar Komunikasi Unair: Jokowi Contoh Sukses Sistem Demokrasi yang Kini Justru Mencederai Demokrasi

Halaman:

Editor: Mia Nurmiarani


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x