Feri Amsari: Harusnya KPU Lakukan Koreksi Data Suara Tidak Berbasis Kritik Publik, Tapi Cross Check di Sistem

- 19 Februari 2024, 23:43 WIB
Feri Amsari ahli hukum Tata Negara dari Universitas Andalas dalam sesi talkshow Abraham Samad Speak Up, 18 Febrari 2024.
Feri Amsari ahli hukum Tata Negara dari Universitas Andalas dalam sesi talkshow Abraham Samad Speak Up, 18 Febrari 2024. /

MATA BANDUNG - Feri Amsari ahli hukum Tata Negara dari Universitas Andalas dan juga salah satu pemeran film dokumenter Dirty Vote menyatakan ada data yang menarik yang disampaikan oleh pihak yang mewakili kaum disabilitas soal Pemilu 2024. Feri mengatakan, salah satu teman disabilitas menyebutkan bahwa data anggota disabilitas itu ada sekitar 8 juta orang, tetapi yang ditulis di dalam oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) hanya 1 juta. Hal tersebut ia sampaikan dalam sesi talkshow Abraham Samad Speak Up yang disiarkan melalui youtube pada 18 februari 2024.

“Hal ini berkaitan dengan kewajiban KPU menempatkan huruf braile di dalam pemilihan, sehingga ketika masuk bilik suara, mereka tidak perlu dituntun, sehingga dialah dan Tuhan saja yang tahu siapa yang dia pilih,” kata Feri dalam talkshow Abraham Samad Speak Up yang hingga berita ini diturunkkan telah ditonton sebanyak 2.094.994 kali.

“Nah kalau ada penuntun, gawatnya kan Bang, Iya kalau yang diminta itu yang dia coblos, kalau kemudian salah satu pelaku kecurangan adalah orang yang menuntun kan akan ada sejumlah 8 juta pemilih disabilitas yang dicurangi suaranya,” ucap Feri berseloroh.

Baca Juga: Feri Amsari: Kenapa KPU Biarkan Sistem Rekapitulasi Data Tidak Ada Filter Maksimal 300 Suara di Tiap TPS

Feri Amsari ahli hukum Tata Negara dari Universitas Andalas dalam sesi talkshow Abraham Samad Speak Up, 18 Febrari 2024.
Feri Amsari ahli hukum Tata Negara dari Universitas Andalas dalam sesi talkshow Abraham Samad Speak Up, 18 Febrari 2024.

Feri berpendapat, jika hal ini terjadi, tidak hanya merusak keterwakilan yang dia inginkan, juga kemudian merusak konsep kepemiluan yang jauh lebih besar. Hal ini merupakan bentuk ketidaksiapan KPU, prinsip-prinsip penyelenggaraan pemilu yang dilanggar.

Lebih lanjut,  Abraham Samad mengamati jika data yang ada di sistem KPU berubah-ubah. Seperti contoh kasus suara pasangan Anies – Muhaimin (AMIN) yang tiba-tiba hilang sebanyak 3 juta suara di Lampung. Menurutnya, itu salah satu contoh bentuk kecurangan yang kebetulan terdeteksi oleh publik.

Ia berpendapat jika hal itu terjadi karena KPU tidak siap, sehingga menurutnya hal tersebut dapat merugikan salah satu pasangan calon.

"Jadi saya mohon maaf kepada KPU Bang, dengan membiarkan terinputnya data yang tak masuk akal dalam sistem mereka, berarti KPU sengaja membiar data-data itu terproses oleh sistem," ujar Feri.

Halaman:

Editor: Mia Nurmiarani


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah