Guru Besar Ilmu Komunikasi se-Indonesia Gelar Seruan Moral Bela Negara, Begini Pernyataan Lengkapnya!

8 Februari 2024, 22:20 WIB
Guru Besar Ilmu Komunikasi se-Indonesia Gelar Seruan Moral Bela Negara, Begini Pernyataan Lengkapnya! /Dok Tangkapan layar youtube/

 

 

MATA BANDUNG - Kondisi politik nasional akhir-akhir ini dinilai sebagian besar masyarakat Indonesia sangat mengkhawatirkan. Diawali dari munculnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 90 tahun 2023 soal batasan usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang dinilai sebagian masyarakat sebagai produk hukum yang menyimpang, hingga pernyataan resmi Presiden Joko Widodo pada 24 Januari 2024 yang lalu.

Pernyataan Presiden yang menyebutkan bahwa Presiden boleh berpihak kepada salah satu pasangan calon, dan berbagai peristiwa yang menyertainya, dinilai masyarakat telah mencederai niai-nilai demokrasi di Indonesia. Sehingga memicu munculnya gelombang kritik deras mengalir dari seluruh penjuru tanah air. Hingga pada akhirnya, para akademisi pun turut bersuara, memberikan pernyataan sikap dan aksi-aksi serupa lainnya.

Sebagaimana kita ketahui, sejak munculnya Petisi Bulaksumur Universitas Gajah Mada pada 31 Januari 2024, hingga kini, seruan moral atau pernyataan sikap dari sivitas akademika ataupun komunitas dan masyarakat umum terus bermunculan. Mereka menyatakan kekecewaan dan keprihatinan atas kondisi yang terjadi pada tahun puncak politik elektoral di Indonesia. 

Lonjakan kritik dan seruan moral mengalir deras baik dari masyarakat umum, kalangan pemuka agama, kalangan profesi dan akademisi. Mereka menyatakan keprihatinannya atas dinamika tajam yang dinilai sebagai kondisi yang menyimpang dan membodohi.

 

Berbagai ekspresi mencuat menjadi perbincangan yang sarat dengan sentimen negatif dan bahkan menjadi headline di media-media nasional. Salah satunya, muncul dari forum Guru Besar Ilmu Komunikasi se-Indonesia, yang menggelar diskusi Refleksi Guru Besar Ilmu Komunikasi 2024 di Yogyakarta 31 Januari 2024, dengan tajuk "Otoritarianisme Digital dan Matinya Komunikasi di Indonesia."

Baca Juga: Guru Besar Ilmu Komunikasi se-Indonesia Gelar Seruan Moral Bela Negara, Dorong Komunikasi Politik yang Sehat

Tak berhenti di situ, selanjutnya Rabu 7 Februari 2024, aksi Seruan Moral Bela Negara dari Guru Besar Ilmu Komunikasi se-Indonesia yang diinisiasi oleh Guru Besar Ilmu Komunikasi se-Indonesia, Guru Besar Universitas Islam Indonesia (UII) Prof. Dr. rer. Soc. Masduki, S.Ag., M.Si, digelar secara daring didukung oleh segenap Guru Besar yang tersebar di seluruh Indonesia.

Aksi yang semula akan dibuka untuk umum melibatkan partisipan dari masyarakat, akhirnya diputuskan untuk digelar secara terbatas. Melalui aplikasi zoom dan disiarkan secara luas setelahnya di kanal youtube Ikonisia TV itu hanya diikuti oleh para Guru Besar Ilmu Komunikasi se-Indonesia. Hal tersebut dikarenakan untuk menjaga dari hal-hal negatif yang tidak terduga selama aksi Seruan Moral berlangsung.

"Refleksi ini terus berlanjut, dan melibatkan lebih banyak Guru besar Ilmu Komunikasi, baik yang tergabung dalam Grup percakapan Whatsapp Guru Besar Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) ataupun jejaring individual. Kami, Guru Besar Ilmu Komunikasi yang berasal dari sejumlah perguruan tinggi di seluruh Indonesia menyampaikan refleksi dan keprihatinan sebagai berikut," ujar Masduki selaku inisiator Seruan Moral Guru Besar Ilmu Komunikasi se-Indonesia.

Dikatakan Masduki, ia melihat berbagai persoalan kebangsaan dan komunikasi semakin mengemuka. Misalnya menguatnya politik yang dikelola dengan melibatkan media digital, pemakaian tentara digital, merebaknya disinformasi, hingga praktek manipulasi konten digital untuk tujuan yang melawan semangat demokrasi substansial.

Baca Juga: Komunitas Guru Besar dan Dosen ITB Sampaikan 9 Poin Pernyataan Akademik, Mencegah Kemunduran Demokrasi

 

"Muncul fenomena otoriterisme digital, yakni warga digital sebagai warga negara mengalami kekerasan sistemik, yang diorkestrasi baik oleh para pendengung, dan politisi di dalam dan di luar kekuasaan politik," kata Masduki dalam Seruan Moral yang digelar secara daring melalui zoom dan kanal youtube.

Menurut Masduki, praktek komunikasi publik para pemimpin politik di musim Pilpres cenderung keruh, tidak mendidik, dan memicu konflik sosial di ranah digital. Pernyataan terbaru Presiden Joko Widodo yang menyebut Presiden boleh partisan, turut berkampanye mendukung paslon memicu keruhnya ruang publik politik.

Pernyataan ini, kata Masduki, menunjukkan konflik komunikasi, karena tiadanya batasan deklaratif yang tegas antara sebagai Kepala Negara dan Kepala Keluarga dari Cawapres Paslon 2. Amplifikasi media nasional terhadap pernyataan ini dan berbagai aktivitas politik kenegaraan yang menyertainya menyebabkan penumpulan sikap kritis dan memperkuat tendensi pembenaran atas politik dinasti.

"Para komunikator hasil survei elektabilitas politik turut bertanggungjawab atas situasi ini karena publikasi data hasil survei yang tidak disertai kajian kritis dapat terjebak partisan," ucap kata Dosen Ilmu Komunikasi yang mendapatkan gelar doktornya di Institute of Communication and Media Studies, University of Munich Jerman ini.

 Baca Juga: Forum Sivitas Akademika UPI Ingatkan Presiden dan Penyelenggara Negara Agar Tidak Menyalahgunakan Kekuasaan

Lebih lanjut, kata Masduki, di lingkungan institusi pendidikan tinggi Ilmu Komunikasi, selama sepuluh tahun terakhir ini, budaya akademik mengalami krisis otonomi, produksi pengetahuan dll pasca birokratisasi, menguatnya managerialisme, serta mengkerdilkan aktivisme.

"Ilmu Komunikasi mengalami mati suri, ketika berhadapan dengan tirani politik birokrasi kampus dan disrupsi budaya digital. Gejala ini tidak semata problem kultural pada level individu dosen, akan tetapi problem struktural pasca politisasi perguruan tinggi negeri dan “kapitalisasi” yang berorientasi profit sebagai badan usaha, peminggiran perguruan tinggi swasta sebagai lembaga akademik otonom. Untuk ini, kami menghimbau akademia untuk keluar dari jebakan menjadi pihak yang bersikap akomodatif terhadap represi ini," ungkap Masduki.

Sementara itu dikatakan Masduki, terhadap komunitas akademisi Ilmu Komunikasi di Indonesia, Ia menilai akademisi Ilmu Komunikasi tidak hanya terbatas memberikan respon perkembangan internal communication scholarship dan situasi eksternal, situasi politik digital yang mengalami otoriterisme secara konstruktif, tetapi mengelola sikap kritis terhadap kondisi struktur politik yang memicu kisruh media digital dan kisruh pada perilaku komunikasi publik secara keseluruhan, yang memberi kesan bahwa akademisi mendukung tirani politik otoriter. 

 

"Pada intinya, kami melihat terjadi kemunduran demokratisasi komunikasi, demokrasi digital dan politik elektoral sebagai keadaan yang saling terkait. Kami menghimbau semua pihak menyelamatkan negara dari ambang otoriterisme ala Orde Baru," tegas Masduki.

 Baca Juga: Pernyataan Sikap Sivitas Akademika Unisba 'Satukan Tekad Selamatkan Demokrasi', Begini Bunyi Deklarasinya!

Selanjutnya, Masduki mengatakan, mencermati beberapa kondisi di atas yang saling terhubung satu sama lain, dan mencermati kondisi terkini politik elektoral, kami (baik peserta forum refleksi Guru Besar 31 Januari 2024, maupun semua Guru Besar Ilmu Komunikasi secara keseluruhan) sebagai anak bangsa, akademisi dengan moralitas sebagai pijakan, merasa perlu menyampaikan keprihatinan secara terbuka, dan menyampaikan tiga hal sebagai berikut:

 

  1. Meminta seluruh akademisi Ilmu Komunikasi di seluruh Indonesia menunjukkan sikap bela negara, menyatakan keprihatinan kolektif atas runtuhnya ruang publik komunikasi daring dan luring, media nasional yang kian partisan, serta kematian nalar etis dalam praktek komunikasi publik, praktek survei elektabilitas dan sebagainya. Lebih jauh, agar menggelorakan keprihatinan atas situasi politik secara umum yang mengarah pada otoriterisme, politik dinasti, yang merusak tatanan keadaban publik, dan studi komunikasi politik di perguruan tinggi di masa depan.
  2.  Menuntut Presiden Joko Widodo untuk dapat menunjukkan keteladanan sebagai Kepala Negara, melalui sikap politik dan praktek komunikasi publik yang konsisten dan ajeg pada kaidah etika, untuk mengkoreksi pernyataan yang telah memicu kontroversi publik, bekerja berbasis moralitas publik, menjaga politik elektoral yang beretika dengan mengedepankan kepentingan bangsa, bukan kepentingan pribadi, keluarga dan golongan tertentu    
  3.  Menghimbau agar semua pihak yang terlibat atau berpartisipasi dalam penyelenggaraan Pemilu tahun 2024 mengedepankan kesadaran dan tanggung jawabnya dalam menjunjung nilai-nilai demokrasi, etika dan hati nurani.  Penyelenggara Pemilu, Partai Politik maupun Pemilih diharapkan menghasilkan sikap, keputusan dan perilaku yang dapat menjaga keutuhan dan kelangsungan Indonesia sebagai bangsa yang demokratis, berdaulat dan bermartabat.

Yogyakarta, 7 Februari 2024

"Forum Refleksi juga menandai pembentukan KOMA KODE, komunitas akademisi Komunikasi untuk Demokrasi. Ini wadah egaliter, terbuka, non-partisan, untuk menciptakan lingkungan pertukaran gagasan, sikap kritis, penguatan produksi pengetahuan, studi kebijakan komunikasi dan interrelasinya dengan demokrasi di Indonesia," kata Masduki.***

 

Editor: Mia Nurmiarani

Tags

Terkini

Terpopuler