Guru Besar Ilmu Komunikasi USU: Tuduhan Partisan kepada Akademisi adalah Upaya untuk Membungkam Kebenaran

13 Februari 2024, 17:52 WIB
Guru Besar Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Iilmu Politik Universitas Sumatera Utara (USU) Prof. Dr. Iskandar Zulkarnain mengatakan /Dok. tangkapan layar Youtube/

 

MATA BANDUNG - Guru Besar Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Iilmu Politik Universitas Sumatera Utara (USU) Prof. Dr. Iskandar Zulkarnain mengatakan, akademisi merupakan gerbang terakhir tegaknya etika dan moral demokrasi di Indonesia. Hal tersebut ia sampaikan dalam kesempatan aksi Seruan Moral Bela Negara Guru Besar Ilmu Komunikasi se-Indonesia yang dilakukan secara daring pada 7 Februari 2024.

"Memang kita ini gerbang terakhir, jadi harus menjaga dan mengawal. Di sanalah sebenarnya secara filosofi, ethiologi, epistemologi, dan aksiologis, daripada keilmuan kita sebagai Guru Besar. Jadi punya nilai heuristik, salah satunya adalah  melahirkan serta mengawal dan menjaga, memelihara etik, dan moral," kata Iskandar yang meraih gelar Doktor (S3), program studi Ilmu Komunikasi, di Universitas Padjadjaran pada tahun 2003.

Menurutnya, seruan moral ini merupakan bentuk cinta sebagai warga negara. Perguruan Tinggi sering disebut sebagai garda terakhir penjaga etik dan moral, oleh karenanya kalangan akademisi mulai bergerak mengingatkan Presiden supaya kembali ke jalur yang benar. Saat ini menurutnya, Presiden selaku Kepala Negara memang sudah keluar dari koridor.

Baca Juga: Guru Besar Komunikasi Brawijaya: Pemimpin yang Baik Tak Mencerabut Etika, Mestinya Etika Jadi Panglima Hukum

aksi Seruan Moral Bela Negara Guru Besar Ilmu Komunikasi se-Indonesia yang dilakukan secara daring pada 7 Februari 2024.

"Saya punya pengalaman sebagai Komisioner Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sumatera Utara di 2019. Ketika zaman saya dulu untuk menjadi komisioner, mulai  dari proses  pendaftaran, proses ujiannya, kemudian proses penetapannya, sudah jauh sangat terbuka dan transparan," ujar Iskandar.

Walaupun ia tidak menampik dan menutup mata, pada tahun 2019 juga terjadi upaya  intervensi politik, namun menurutnya, tidak separah  penyelenggaraan pemilu 2024 sekarang.

"Ada titipan orang semua, ya rata-rata dari partai politik. Jadi sudah sangat tidak beretika dan tidak bermoral. Makanya harus kembali ditegakkan," kata Iskandar.

Ia menduga apa yang terjadi pada pelaksanaan 14 Februari, sejak dari jauh hari sudah disiapkan. 

Baca Juga: Guru Besar Komunikasi Brawijaya: Pemimpin yang Baik Tak Mencerabut Etika, Mestinya Etika Jadi Panglima Hukum

"Bahkan saya melihat sampai kepada Perguruan Tinggi pun jauh sebelumnya, beberapa kampus yang saya lihat, ada intervensi Pemerintah. Dalam hal ini, yang mewakilinya itu dari  Kementerian," kata Iskandar

"Itu sudah mengobok-ngobok, sehingga Rektor yang terpilih itu, Rektornya dalam bahasa awamnya dibilang orang-orang Rektor-nya pemerintah. Yang menangnya siapa, tapi karena suara menteri 35% itu diobok-obok, jadinya enggak menang yang pilihan dari Universitas," tutur Iskandar.

Menurutnya, jika kalangan akademisi khususnya para Guru Besar tidak berpendapat, bisa-bisa nanti hal-hal yang tidak diinginkan, seperti keretakan dan kekacauan.

"Jadi kalau kita dibilang partisan, Saya pikir itu upaya-upaya untuk  membungkam kebenaran. Dari sisi tanggung jawab, kita sebagai seorang Guru Besar ini harus kita tegakkan," tambah Iskandar.

Iskandar lalu menutup sesinya dalam aksi seruan moral dengan sebuah pantun yang Ia ciptakan sendiri.

"Burung garuda burung perkasa dipakai sebagai lambang negara

Apa tandanya kita sebagai seorang yang disebut guru besar dan ilmiah

Tidak lain adalah menyampaikan dengan tegas kebenaran itu adalah benar

Yang enggak benar itu, juga tidak benar."***

Editor: Mia Nurmiarani

Tags

Terkini

Terpopuler