MATA BANDUNG - Kasus kematian Wayan Mirna Salihin baru-baru kembali viral. Bermula dari sebuah film dokumenter "Ice Cold:: Murder, Coffee and Jessica Wongso"" yang diputar Netflix, kini kasus tersebut jadi pembicaraan orang lagi. Kata otopsi pun jadi perhatian publik. Konon ada rekayasa pada otopsi jenazah Mirna. Apa sebenarnya makna kata otopsi?
“Manusia bisa saja berbohong, tetapi tidak pada jasad.” Demikian kata-kata yang selalu jadi pegangan para ahli forensik.
Mungkin masih ada yang merasa tidak tega untuk melakukan otopsi pada salah satu keluarga dengan alasan kematiannya saja sudah meninggalkan luka, apalagi jika harus menerima jasad yang dalam bentuk yang penuh dengan sayatan pisau bedah.
Baca Juga: Terungkap! Keterangan Ahli Kasus Jessica Wongso Gunakan Ilmu Physiognomy, Begini Kata Ahli Pidana
Lihat Sisi Korban
Lalu bagaimana jika kita melihatnya dari segi keadilan bagi korban dan menjadikkannya pembelajaran akademis jika mendapat kasus yang sama ke depan. Tentu otopsi akan menjadi hal yang bermanfaat bagi banyak pihak, khususnya bagi korban yang mengalami ketidakwajaran dalam kematiannya.
Otopsi adalah prosedur medis yang dilakukan untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh pada tubuh orang yang telah meninggal. Prosedur ini biasanya dilakukan untuk mengetahui penyebab dan cara orang tersebut meninggal. Umumnya otopsi dilakukan jika kematian seseorang dianggap tidak wajar.
Dikutip dari penjelasan dr. Karina Sista, Sp.F, M.Sc di laman RSUP Soeradji, terdapat dua jenis otopsi yang banyak dikenal. Yaitu otopsi medicolegal dan otopsi klinis. Walaupun dari kedua jenis otopsi tersebut memiliki prosedur yang sama tetapi memiliki tujuan yang berbeda.
Beda Medicolegal & Klinis
Otosi mediko-legal atau autopsi forensik bertujuan untuk mengenali identitas mayat serta mengetahui penyebab, waktu, dan bagaimana kematian terjadi. Hasil autopsi nantinya akan membantu pihak berwenang dalam mengungkap kasus kematian terkait.
Apabila kasus kematian dinilai tidak wajar, keluarga ataupun pihak berwenang bisa meneruskan kasus tersebut ke tim koroner (pemeriksa medis untuk kematian) untuk keperluan penyidikan lebih lanjut.
Sementara otopsi Klinis. Jenis otopsi ini bertujuan untuk mempelajari dan mendiagnosis penyakit yang menjadi penyebab kematian. Terkadang, kerabat dan orang yang meninggal meminta tindakan otopsi untuk mengetahui lebih jauh tentang penyebab kematian.
Lalu kapan saja harusnya dilakukan Optosi? Berikut adalah daftar kejadian yang perlu otopsi:
• Kematian terkait masalah hukum.
• Kematian terjadi selama proses pengobatan eksperimental atau penelitian.
• Kematian terjadi tiba-tiba selama prosedur medis seperti prosedur pengobatan gigi, bedah, atau proses pengobatan.
• Kematian terjadi bukan akibat kondisi medis yang tidak diketahui.
• Kematian mendadak pada bayi.
• Kematian tidak wajar yang diduga akibat kekerasan, bunuh diri, atau overdosis obat-obatan.
• Kematian akibat kecelakaan.***