MATA BANDUNG - Mahkamah Konstitusi (MK) sedang jadi omongan banyak pihak. Mulai dari orang-orang di warung kopi hingga pejabat tinggi. Bahkan, belakangan media sosial sedang ramai pelantikan anggota Majelis Kehormatan MK oleh Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman. Padahal, Majelis Kehormatan itu akan memeriksa Anwar sendiri atas dugaan pelanggaran Kode Etik Hakim Konstitusi.
Bagaimana sebenarnya kode etik tersebut berlaku dan apa saja yang jadi acuannya? Kode Etik Hakim Konstitusi adalah norma moral yang harus dipedomani oleh setiap Hakim Konstitusi. Kode Etik MK diatur dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 09/PMK/2006 Tentang Pemberlakuan Deklarasi Kode Etik Dan Perilaku Hakim Konstitusi.
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjajaran (UNPAD) Prof. Susi Dwi Harijanti, S.H., LL.M., Ph.D., menegaskan bahwa pada dasarnya semua Hakim dapat dilaporkan ke MKMK.
“Pada dasarnya semua Hakim dapat dilaporkan ke MKMK atas dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku. Jadi, tidak tergantung pada Concurring Opinion atau Dissenting Opinion. Yang penting dalam pemeriksaan apakah dugaan pelanggaran terbukti,” terang Prof. Susi Dwi Harijanti, S.H., LL.M., Ph.D.
Baca Juga: Skandal Putusan MK No 90, Pakar Hukum Tata Negara : Dapat Dimohonkan Pengujian Baru
Prasyarat negara hukum
1. PRINSIP INDEPENDENSI
• Hakim konstitusi harus melakukan penilaian terhadap fakta-fakta, menolak pengaruh dari luar berupa bujukan, iming-iming, tekanan, ancaman atau campur tangan, baik langsung maupun tidak langsung, dari siapapun atau dengan alasan apapun.
• Hakim konstitusi harus bersikap independen dari tekanan masyarakat, media massa, dan para pihak dalam suatu sengketa yang harus diadilinya.
• Hakim konstitusi harus menjaga diri dari pengaruh lembaga-lembaga eksekutif, legislatif, dan lembaga-lembaga negara lainnya.
• hakim konstitusi harus independen dari pengaruh rekan sejawat dalam pengambilan keputusan.
• Hakim konstitusi harus mendorong, menegakkan, dan meningkatkan jaminan independensi
• Hakim konstitusi harus menjaga dan menunjukkan citra independen serta memajukan standar perilaku yang tinggi
2. PRINSIP KETAKBERPIHAKAN
• Hakim konstitusi harus melaksanakan tugas Mahkamah tanpa prasangka (prejudice), melenceng (bias), dan tidak condong pada salah satu pihak
• Hakim konstitusi harus menampilkan perilaku, baik di dalam maupun di luar pengadilan, untuk tetap menjaga dan meningkatkan kepercayaan masyarakat, profesi hukum, dan para pihak yang berperkara terhadap ketakberpihakan hakim konstitusi dan Mahkamah.
• Hakim konstitusi harus Hakim konstitusi menjamin agar perilakunya tidak tercela dari sudut pandang pengamatan yang layak berusaha untuk meminimalisasi hal-hal yang dapat mengakibatkan hakim konstitusi tidak memenuhi syarat untuk memeriksa perkara dan mengambil keputusan atas suatu perkara.
• Hakim konstitusi dilarang memberikan komentar terbuka atas perkara yang akan, sedang diperiksa, atau sudah diputus, baik oleh hakim yang bersangkutan atau hakim konstitusi lain, kecuali dalam hal-hal tertentu dan hanya dimaksudkan untuk memperjelas putusan.
• Hakim konstitusi harus mengundurkan diri dari pemeriksaan suatu perkara, jika :
> nyata-nyata mempunyai prasangka terhadap salah satu pihak
> Hakim Konstitusi tersebut atau anggota keluarganya mempunyai kepentingan langsung terhadap putusan.
Integritas
• Hakim konstitusi menjamin agar perilakunya tidak tercela dari sudut pandang pengamatan yang layak
• Tindak tanduk dan perilaku hakim konstitusi harus memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap citra dan wibawa Mahkamah.
• Hakim konstitusi dilarang meminta atau menerima dan harus menjamin bahwa anggota keluarganya tidak meminta atau menerima hadiah, hibah, pinjaman, atau manfaat atau janji untuk menerima hadiah, hibah, pinjaman, atau manfaat dari pihak yang berperkara atau pihak lain yang memiliki kepentingan langsung atau tidak langsung terhadap perkara yang akan atau sedang diperiksa
• Hakim konstitusi dilarang dengan sengaja mengizinkan pegawai Mahkamah atau pihak lain yang berada di bawah pengaruh, petunjuk atau kewenangannya untuk meminta atau menerima hadiah, hibah, pinjaman atau imbalan apapun sehubungan dengan segala hal yang dilakukan atau akan dilakukan atau tidak dilakukan oleh hakim konstitusi.***