BMKG Bantah Video Viral di TikTok Sebut Megathrust Lumpuhkan Jakarta

17 Maret 2024, 06:26 WIB
Salah satu video yang diragukan kebenarannya pada paltform tiktok mengenai gempa dan tsunami lumpuhkan Jakarta. /Tangkapan layar tiktok.com/@pojoksatu.id

MATA BANDUNG - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati membantah narasi dalam video viral pada flatform  TikTok yang menyebutkan bahwa Jakarta mengalami kelumpuhan akibat gempa megathrust.

Dwikorita mengatakan melalui siaran pers bmkg.go.id Sabtu 16 Maret 2024, bahwa video tersebut dipenggal oleh orang yang tidak bertanggungjawab sehingga dapat dimaknai berbeda, dan dapat meresahkan masyarakat.

"Itu adalah rekaman saat rapat dengar pendapat dengan Komisi V DPR-RI pada hari Kamis tgl 14 Maret 2024 di Senayan Jakarta. Saya tengah memberi penjelasan kepada anggota dewan mengenai alasan perlunya pembangunan Gedung Operasional Peringatan Dini Tsunami (Indonesia Tsunami Early Warning System - InaTEWS) di Bali," kata Dwikorita di Jakarta, Sabtu 16 Maret 2024.

Bantahan BMKG ini, disampaikan Dwikorita menanggapi beredarnya beberapa video di flatform Tiktok, yang mengunggah video potensi gempa megathrust 8,9 SR dari sesar baribis aktif dan bisa mengakibatkan tsunami 35 m mengancam Jakarta.

Baca juga: Warga Garut Pantai Selatan Diimbau Tidak Beraktivitas di Sekitar Pantai Dulu

Dwikorita menjelaskan, lumpuh yang dimaksudkan dirinya adalah terputusnya jaringan komunikasi yang disebabkan rusaknya berbagai infrastruktur komunikasi seperti Base Transceiver Station (BTS) akibat gempa megathrust.

Hal inilah yang coba diantisipasi BMKG dengan membangunan Gedung Operasional Peringatan Dini Tsunami (Indonesia Tsunami Early Warning System - InaTEWS) sebagai fungsi back up/cadangan di Bali, meskipun di Jakarta sudah ada.

Keberadaan gedung InaTEWS di Bali ini sebagai bagian dari mitigasi dan manajemen risiko dalam kondisi darurat apabila sewaktu-waktu operasional InaTEWS di Kemayoran Jakarta mengalami kelumpuhan. Hal ini didasarkan pada skenario terburuk yaitu jika gempa terjadi di lepas pantai Samudra Hindia pada jarak kurang lebih dari 250 kilometer dari tepi pantai.

Gempa megathrust berkekuatan M 8.7, lanjut  Dwikorita, diperkirakan dampaknya mampu melumpuhkan operasional InaTEWS BMKG di Jakarta, karena terputusnya (lumpuhnya) jaringan komunikasi, ataupun robohnya Gedung Operasional lama yang tidak disiapkan tahan gempa dan likuefaksi.

"Sebagai upaya manajemen risiko demi keberlanjutan operasional sistem peringatan dini, Gedung Operasional InaTEWS yang lama perlu dibangun kembali dengan standar bangunan tahan gempa dan tahan likuifaksi. Bangunan yang saat ini ditempati merupakan bekas Gedung Bandara Kemayoran yang dibangun di tahun 1980 an," tuturnya.

Baca juga: 180 Warga Pesisir Pelabuhanratu Terdampak Banjir Rob Masih di Pengungsian, Proses Evakuasi Telah Selesai

Dijelaskan lebih lanjut oleh Dwikorita, gedung operasional cadangan yang ada di Denpasar perlu disiapkan dengan desain khusus Tahan Gempa. Gedung di Bali sebagai backup jika sewaktu-waktu InaTEWS yang di Jakarta benar-benar mengalami kelumpuhan," ucapnya.

Dengan penelasan yang disampaikannya diharapkan dapat meredakan rasa khawatir masyarakat akibat beredarnya potongan video pada aplikasi TikTok tersebut.

Dengan narasi yang tidak sesuai konten dan konteksnya, Dwikorita berharap masyarakat lebih jeli dan hati-hati, tidak menelan mentah-mentah isu atau kabar yang bersumber dari media sosial.

"Pastikan informasi yang diperoleh hanya dari BMKG. Karena hanya BMKG lah satu-satunya lembaga pemerintah yang diberi kewenangan dan tugas di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika," kata Dwikorita menegaskan.***

Editor: Miradin Syahbana Rizky

Sumber: BMKG

Tags

Terkini

Terpopuler