Benarkah Putusan MK tentang Syarat Usia Minimal Capres dan Cawapres Non-executable ? Simak di Sini

- 3 Februari 2024, 11:10 WIB
DKPP RI melanjutkan sidang perkara dugaan pelanggaran KPU terkait pendaftaran Gibran Rakawabuming Raka sebagai Cawapres pasa putusan MK
DKPP RI melanjutkan sidang perkara dugaan pelanggaran KPU terkait pendaftaran Gibran Rakawabuming Raka sebagai Cawapres pasa putusan MK /Instagram @dkpp_ri

 

MATA BANDUNG – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang Ketentuan Tambahan Pengalaman Menjabat dari Keterpilihan Pemilu dalam Syarat Usia Minimal Capres/Cawapres merupakan putusan yang bersifat non-executable.

Hal itu diungkapkan oleh Ratno Lukito sebagai saksi ahli dalam persidangan pemeriksaan empat perkara dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Ruang Sidang DKPP, Jakarta Pusat, Senin, 15 Januari 2024 lalu.

Selain Retno, hadir pula dua saksi ahli lainnya yaitu Charles Simabura, dan Muhammad Rullyandi. Retno dan Chrles merupakan Saksi Ahli yang dihadirkan Pengadu (kuasa hukum Sunandiantoro dan Demas Brian Wicaksono). Rullyandi merupakan Saksi Ahli yang dihadirkan para Teradu (Ketua dan seluruh Anggota KPU RI).

Ratno Lukito berpendapat bahwa para Teradu telah melanggar Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-undangan (UU 12/2011), dalam menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang memutuskan usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) minimal 40 tahun atau sedang/pernah menduduki jabatan yang dipilih melalui Pemilu.

Baca Juga: MK Tolak Gugatan Mahasiswa UNUSIA Sepenuhnya dalam Perkara Usia Capres-Cawapres

Tanpa Perppu

DKPP Naik Gaji
DKPP Naik Gaji Instagram @dkpp_ri
Diungkapkan oleh Ratno, bahwa ketentuan Pasal 10 ayat (1) dan (2) UU 12/2011 menyatakan putusan MK harus ditindaklanjuti oleh DPR dan Pemerintah, masing-masing melalui legislative review dan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu).

Namun KPU katanya justru malah menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai Bakal Calon Wakil Presiden (Cawapres) pada 25 Oktober 2023 tanpa adanya penerbitan Perppu oleh Pemerintah.

“Putusan MK nomor 90 tersebut harus ditindaklanjuti oleh DPR dengan melakukan legislative review atau penerbitan Perppu oleh Pemerintah,” ujar Ratno.

Baca Juga: Lakukan Pelanggaran Berat Anwar Usman Diberhentikan sebagai Ketua MK, Apa Saja yang Dilanggar? Cek di Sini!

KPU sanggah

Sidang Pelanggaran Kode Etik Penyenggelara Pemilu yang diselenggarakan DKPP
Sidang Pelanggaran Kode Etik Penyenggelara Pemilu yang diselenggarakan DKPP
Pada persidangan sebelumnya tanggal 8 Januari 2024, para Teradu yang terdiri dari Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari serta enam Anggota KPU RI, yaitu Betty Epsilon Idroos, Mochammad Affifudin, Persadaan Harahap, Yulianto Sudrajat, Idham Holik, dan August Mellaz, mengungkapkan telah mengirim surat kepada Komisi II DPR RI bernomor 1145/PL.01.4-SD/05/2023 tertanggal 17 Oktober 2023, perihal tindak lanjut Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Dimana menurut para Teradu, Surat ini dikirim sebagai bentuk kewajiban KPU RI mengkonsultasikan rancangan peraturan atau revisi peraturan kepada Komisi II DPR. Pengiriman surat ini dilakukan untuk mempercepat perubahan PKPU 19/2023 karena waktu itu Komisi II DPR sedang reses.

Atas tindakan Teradu tersebut, Saksi Ahli Charles Simabura menganggap para Teradu melanggar prinsip kepastian hukum karena bertindak tidak sesuai yurisdiksinya.

“Menurut Ahli, hal pertama dan utama yang harus dilakukan oleh KPU dalam menindaklanjuti Putusan MK 90/2023 adalah menyusun dan mengajukan Rancangan perubahan Peraturan KPU 19/2023,” ujar Charles.

Baca Juga: Buntut Kisruh Putusan Batas Usia Capres-Cawapres, Anwar Usman Diberhentikan dari Jabatan Ketua MK

Subyek yurisdiksi

Sementara itu, Muhammad Rullyandi Saksi Ahli dari Teradu, mengatakan bahwa tindakan para Teradu sudah tepat dalam menindaklanjuti Putusan MK 90/2023.

“Putusan MK Nomor 49/PUU-IX/2011 menyebut Putusan MK sama seperti undang-undang yang harus segera dilaksanakan oleh negara, seluruh warga masyarakat, dan pemangku kepentingan,” tutur Rullyandi.

“Karena yang diuji obyek yurisdiksinya adalah Pemilu, maka dia (KPU-red.) wajib melaksanakan karena ada perintah mahkamah konstitusi, ini final and binding, erga omnes,” kata Rullyandi melanjutkan.

“Maka demi hukum, ketika ada Putusan MK 90/2023 pada tanggal 16 Oktober 2023, maka tanggal 17 Oktober 2023 adalah sikap sempurna KPU, adresat itu tertuju langsung pada KPU,” ujar Rullyandi.
Diketahui bahwa sesuai dengan Undang-Unndang nomor 7 tahun 2017, DKPP adalah lembaga yang bertugas menangani pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu.

Baca Juga: Alumni FH Unpad Syarif Bastaman : Putusan MK MK Bisa Selamatkan Kepercayaan Masyarakat Terhadap Pilpres 2024

Kewenangan DKPP

Kewenangannya meliputi:
1. memanggil Penyelenggara Pemilu yang diduga melakukan pelanggaran kode etik untuk memberikan penjelasan dan pembelaan.
2. memanggil pelapor, saksi, dan/atau pihak lain yang terkait untuk dimintai keterangan, termasuk untuk dimintai dokumen atau bukti lain.
3. memberikan sanksi kepada penyelenggara pemilu yang terbukti melanggar kode etik.
4. Memutus pelanggaran kode etik.

Sedangkan menurut ketentuan Pasal 42 ayat (2) Peraturan DKPP Nomor 1 Tahun 2013, amar putusan DKPP dapat menyatakan:
a. Pengaduan dan/atau Laporan tidak dapat diterima.
b. Teradu dan/atau Terlapor terbukti melanggar.
c. Teradu dan/atau Terlapor tidak terbukti melanggar.

Sanksi DKPP atas pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu diatur dalam Pasal 42 ayat (3) Peraturan DKPP Nomor 1 Tahun 2013, menyatakan bahwa:

Dalam hal amar putusan DKPP menyatakan Teradu dan/atau Terlapor terbukti melanggar, DKPP memberikan sanksi berupa:
a. teguran tertulis;
b. pemberhentian sementara; atau
c. pemberhentian tetap.***

Editor: Arief TE

Sumber: dkpp.go.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah