Keutamaan Puasa Arafah, Hapus Dosa 2 Tahun !!!

- 17 Juli 2021, 13:50 WIB
/dok Pribadi/Mata Bandung

   "PROF.AKRONIM" Dadan Sundayana
 Sekretaris Jenderal Pejuang Al Qur'an Community 

MATA BANDUNG - Ibadah SHAUM adalah salah satu syari'at dalam agama Islam yang fungsinya sebagai Sarana untuk mengendalikan Hawa nafsu agar terarah dengan benar sesuai keinginan Alloh SWT agar tidak berbuat Aniaya baik terhadap diri, orang lain dan makhluq Alloh yang lain di sekitarnya Untuk dapat meraih derajat Muttaqin.

SHAUM juga sering disebut dengan PUASA yang pada dasarnya PUASA bagi seorang mu'min adalah Proses atau Usaha yang harus dilakukan Agar diri ini berubah Semakin baik di hadapan Alloh SWT.

Tidak semata-mata Allah SWT perintahkan suatu syariat kepada manusia, kecuali demi kebahagiaan manusia itu sendiri.

Baca Juga: Pemerintah Bagikan Obat Pasien Covid-19 Isoman Gratis, Begini Cara Mendapatkannya

Baca Juga: PPKM Darurat Kurang Efekti, Forum Pimred PRMN Desak Pemerintah Penuhi Kebutuhan Masyarakat

Apapun itu perintahNya, maka semuanya adalah agar manusia bahagia didalam hidupnya, baik di dunia maupun di akhirat kelak.

Allah SWT memerintahkan shaum kepada manusia tentunya karena didalam perintah shaum ada berbagai macam keutamaan.

Diampuni dosa adalah salahsatu keutamaan PUASA sebagai bentuk kemenangan hakiki yang Allah karuniakan kepada hambaNya yang beriman.

Apalah arti berbagai macam kemewahan dunia diraih jika dosa-dosa tidak diampuni.

Dengan demikian shaum erat kaitannya dengan taubat, dimana taubat ini jika dilaksanakan dengan sebenar-benarnya maka menjadi sebab dikaruniakan oleh Allah SWT sekurang-kurangnya tiga keutamaan yaitu :

Baca Juga: Menag Himbau Takbiran dan Sholat Iduladha di Rumah di Masa PPKM Darurat

a. Kemenangan berupa pengampunan atas dosa-dosa yang telah lalu dan terjaga dari perbuatan dosa di masa yang akan datang.

b. Pertolongan dari Allah SWT berupa jalan keluar dari berbagai macam persoalan hidup, yang dengan itu akan menyebabkan hidup menjadi terasa lebih mudah dan selalu bahagia.

c. Diberikan sakinah atau ketenangan dalam hidup, dimana ketenangan ini adalah surga dunia bagi seorang mu'min.
Perlu dipahami bahwa seorang mu'min akan diberikan dua surga , surga di dunia berupa ketenangan dan surga di akhirat berupa kesenangan.
Allah SWT yang menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang yang beriman.

هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَعَ إِيمَانِهِمْ ۗ وَلِلَّهِ جُنُودُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا


" Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."
( Q.S. Al Fath : 4 )

Selain perintah puasa wajib di bulan Ramadhan, juga ada anjuran melakukan puasa-puasa sunat.

Baca Juga: Menag Himbau Takbiran dan Sholat Iduladha di Rumah di Masa PPKM Darurat

Salah satu amalan puasa sunat yang dianjurkan adalah puasa Arafah yang menjadi salah satu amalan utama di awal Dzulhijjah yang dilakukan pada tanggal 9 Dzulhijjah. Puasa ini memiliki keutamaan yang semestinya tidak ditinggalkan seorang muslim pun. Puasa ini dilaksanakan bagi kaum muslimin yang tidak melaksanakan ibadah haji. Berikut penjelasan keutamaan puasa arafah.

Dari Abu Qotadah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ

“Puasa Arofah (9 Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyuro (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim no. 1162)

Imam Nawawi dalam Al Majmu’ (6: 428) berkata, “Adapun hukum puasa Arafah menurut Imam Syafi’i dan ulama Syafi’iyah: disunnahkan puasa Arafah bagi yang tidak berwukuf di Arafah. Adapun orang yang sedang berhaji dan saat itu berada di Arafah, menurut Imam Syafi’ secara ringkas dan ini juga menurut ulama Syafi’iyah bahwa disunnahkan bagi mereka untuk tidak berpuasa karena adanya hadits dari Ummul Fadhl.”

Ibnu Muflih dalam Al Furu’ -yang merupakan kitab Hanabilah- (3: 108) mengatakan, “Disunnahkan melaksanakan puasa pada 10 hari pertama Dzulhijjah, lebih-lebih lagi puasa pada hari kesembilan, yaitu hari Arafah. Demikian disepakati oleh para ulama.”

Adapun orang yang berhaji tidak disunnahkan untuk melaksanakan puasa Arafah.

عَنْ أُمِّ الْفَضْلِ بِنْتِ الْحَارِثِ أَنَّ نَاسًا تَمَارَوْا عِنْدَهَا يَوْمَ عَرَفَةَ فِي صَوْمِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ بَعْضُهُمْ هُوَ صَائِمٌ وَقَالَ بَعْضُهُمْ لَيْسَ بِصَائِمٍ فَأَرْسَلَتْ إِلَيْهِ بِقَدَحِ لَبَنٍ وَهُوَ وَاقِفٌ عَلَى بَعِيرِهِ فَشَرِبَهُ

“Dari Ummul Fadhl binti Al Harits, bahwa orang-orang berbantahan di dekatnya pada hari Arafah tentang puasa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagian mereka mengatakan, ‘Beliau berpuasa.’ Sebagian lainnya mengatakan, ‘Beliau tidak berpuasa.’ Maka Ummul Fadhl mengirimkan semangkok susu kepada beliau, ketika beliau sedang berhenti di atas unta beliau, maka beliau meminumnya.” (HR. Bukhari no. 1988 dan Muslim no. 1123).

عَنْ مَيْمُونَةَ – رضى الله عنها – أَنَّ النَّاسَ شَكُّوا فِى صِيَامِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – يَوْمَ عَرَفَةَ ، فَأَرْسَلَتْ إِلَيْهِ بِحِلاَبٍ وَهْوَ وَاقِفٌ فِى الْمَوْقِفِ ، فَشَرِبَ مِنْهُ ، وَالنَّاسُ يَنْظُرُونَ

“Dari Maimunah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwa orang-orang saling berdebat apakah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa pada hari Arafah. Lalu Maimunah mengirimkan pada beliau satu wadah (berisi susu) dan beliau dalam keadaan berdiri (wukuf), lantas beliau minum dan orang-orang pun menyaksikannya.” (HR. Bukhari no. 1989 dan Muslim no. 1124).

Mengenai pengampunan dosa dari puasa Arafah, para ulama berselisih pendapat. Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah dosa kecil.

Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Jika bukan dosa kecil yang diampuni, moga dosa besar yang diperingan. Jika tidak, moga ditinggikan derajat.” (Syarh Shahih Muslim, 8: 51)

Baca Juga: PPKM Darurat Diperpanjang, Ini Rencana Persib Dari Pelatih Robert

Sedangkan jika melihat dari penjelasan Ibnu Taimiyah rahimahullah, bukan hanya dosa kecil yang diampuni, dosa besar bisa terampuni karena hadits di atas sifatnya umum. (Lihat Majmu’ Al Fatawa, 7: 498-500).

Wallohu a'laam.

Editor: Mia Dasmawati


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah