Kajian Islam AKRONIM, BERDIRI SEMPURNA = KEMAMPUAN TERBAIK

- 23 Maret 2022, 09:08 WIB
Prof AKRONIM Ustad Dadan Sundayana
Prof AKRONIM Ustad Dadan Sundayana /dok Mata Bandung/

Sehingga jika ada yang bersandar pada saat membaca surat setelah Al-Fatihah maka hukumnya sah, akan tetapi tidak boleh duduk, karena jika duduk berarti sudah tidak berdiri lagi.

Dalam madzahab As-Syafii ada tiga pendapat, namun diyakini pendapat yang paling kuat dalam madzhab ini bahwa hukum berdiri sambil bersandar dengan tiang, manusia atau tongkat tidak membatalkan shalat, walaupun tetap dinilai makruh, alasan sederhananya karena posisi seperti ini tetap masuk dalam katagori berdiri, namun jika posisinya menggantung, dimana saat bersandar dia bebas menggerakkan atau bahkan mengangkat kedua kakinya, yang demikian hukumnya batal.

Sedangkan para ulama dari Hanabilah sependapat dengan Hanafiyah dan Malikiyah bahwa berdiri dalam sholat wajib itu syaratnya harus istiqlal dimana tidak dalam posisi bersandar dengan tiang, manusia, atau dengan tongkat.

Berdiri yang dimaksud oleh para ulama adalah dengan posisi kedua kaki menapak tanah atau tempat dimana dia berdiri, makruh hukumnya berdiri dengan sebelah kaki jika tanpa alasan, makruh juga berdiri dengan kedua kaki dirapatkan sehingga jari-jari kaki kanan dan kiri seakan bersatu, sama makruhnya jika berdiri dengan posisi satu kaki didepan dan satu lagi dibelakang, mirip seperti pose mereka yang mau difhoto, dan hendaknya jari-jari kaki pada saat berdiri dalam posisi menghadap ke arah qiblat.

Berdiri Lama

Jika dalam sholat berjamaah tentunya imam harus menyesuaikan lama berdiri dengan jamaah, sehingga aktivitas takbirotul ihrom, membaca Al-Fatihah dan membaca surat setelahnya semua harus menyesuaikan degan makmum, standarnya adalah makmum bukan imam, membaca surat-surat pendek setelah Al-Fatihah bukanlah hal yang aib, bahkan dibeberapa waktu ia lebih utama, tidak heran jika dalam madzhab Maliki (Tafsir Al-Qurthubi: 20/248) berpendapat bahwa mengkhatamkan Al-Quran 30 juz pada sholat tarawih dalam bulan ramadhan bukanlah hal yang disukai, jika memang makmumnya banyak kaum tua yang sudah tidak kuat.

Imam Muslim meriwayatkan hadits Aisyah RA, bahwa Rosuululloh SAW pernah mengutus sahabat dalam suatu peperangan, dan sahabat ini ketika menjadi imam shalat selalu membaca surat Al-khlas dalam shalatnya, ketika pasukan ini kembali mereka menceritakan perihal itu kepada Rosuululloh SAW, lalu beliau bersabda: “Tanyakanlah kepadanya kenapa dia berbuat seperti itu?”, kemudian mereka menanyakan perihal tersebut, dan dijawab: “Sungguh didalam surat Al-Ikhlas ada sifat Alloh dan saya senang untuk selalu membacanya”, akhirnya Rosuululloh SAW bersabda:

أخبروه أن الله عز وجل يحبه

“Kabarkan kepadanya bahwa Alloh SWT juga mencintainya” (HR. Muslim)

Dalam kesempatan lain Imam Turmudzi meriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik RA berkata: Dulu ada sahabat dari kalangan Anshor sering menjadi imam di masjid Quba, setiap kali selesai membaca surat Al-Fatihah beliau selalu membaca surat Al-Ikhlas, setelah selesai dari surat Al-Ikhlas barulah beliau membaca surat yang lainnya, dan yang demikian dilakukannya pada setiap rakaat, lalu sahabat-sahabat yang lain menasihatinya, mengapa melakukan seperti itu, mengapa tidak mencukupkan dengan Al-Ikhlas saja, atau mencari surat yang lain saja. Dijawab oleh sang Imam: “Saya tidak bisa meninggalkan surat Al-Ikhlas, saya akan tetap melakukan itu jika kalian mau saya menjadi imam, jika tidak maka saya tidak akan menjadi imam lagi”. Akhirnya perkara ini sampai kepada Rosuululloh SAW, beliau bersabda: “Kabarkan kepadanya apa yang membuatnya selalu membaca surat (Al-Ikhlas) ini pada setiap rakaat?”, dia menjawab: “Ya Rosuululloh, sungguh saya mencintai surat ini”. Lalu Rasuulullah SAW bersabda: “

Halaman:

Editor: Ipan Sopian


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah