"Ketika kita bicara komunikasi, sebuah proses komunikasi itu adalah selalu sirkuler, tidak bisa terlepas begitu saja konteks ruang dan waktu. Perilaku komunikasi hari ini tidak bisa dilepaskan begitu saja dengan peristiwa komunikasi-komunikasi terdahulu," terang Anang yang saat ini menjabat sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Brawijaya.
Dirinya menilai, sebagai seorang pemimpin, Presiden Jokowi seharusnya berdiri di atas kepentingan semua golongan.
"Ketika saat ini negara sedang menghadapi sebuah kontestasi perhalatan akbar demokrasi, harusnya Bapak menjadi keteladanan bagi semua. Biarkan kontestan-kontestan itu memilih strateginya, memihak pada masyarakat dan modal-modal yang dimiliki. Tentu saja bicara pada upaya untuk membuat negara ini lebih baik. Biarkan mereka berjuang, tidak perlu Bapak Ibu ikut campur, mereka sudah dewasa,' kalau memang tidak dewasa ya harusnya kemudian tidak akan masuk pada sebuah kontestasi ini," kritiknya.
Menurutnya, kedewasaan prematur itu akan menjadi sebuah kedewasaan yang akan mudah patah arang. Anang kemudian mempertanyakan, akankah negara ini dipimpin oleh seseorang yang mudah patah arang?
Anang kemudian mengajak untuk menengok kembali bagaimana perjuangan para pejuang-pejuang tangguh kemerdekaan RI menegakkan dan membangun NKRI ini.
Menurutnya, para pendahulu adalah pejuang yang bukan hanya berpikir pada sebuah fasilitas kehidupan mewah, tetapi mereka adalah orang-orang yang tahan lapar, tahan atas tawaran, tahan atas tawaran-tawaran dari kolonial untuk diajak bersekongkol.
"Akankah kemudian hanya karena ingin proses kepemimpinan ini diteruskan dengan agenda-agenda tersembunyi harus kemudian melanggar etika bangsa ini? Bumi Pertiwi ini telah menangis. Akankah Bapak terus melakukan hal-hal pelanggaran etika? dan Kami para Guru Besar saat ini bersuara karena sudah pada sebuah titik klimaks," ucap Anang.