Guru Besar Fikom Unpad: Prihatin, Suara Jujur dari Kampus Direduksi, Dianggap Tidak Penting oleh Pemerintah

- 12 Februari 2024, 16:50 WIB
Prof. Dr. Atwar Bajari, M.Si. Guru Besar Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjajaran (Fikom Unpad) Bandung
Prof. Dr. Atwar Bajari, M.Si. Guru Besar Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjajaran (Fikom Unpad) Bandung /

Baca Juga: Guru Besar Komunikasi Brawijaya Ingatkan Jokowi Harus jadi Teladan, Berdiri di Atas Kepentingan Semua Golongan

Prof. Dr. Atwar Bajari, M.Si. Guru Besar Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjajaran (Fikom Unpad) Bandung
Prof. Dr. Atwar Bajari, M.Si. Guru Besar Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjajaran (Fikom Unpad) Bandung

"Niat baik dari perguruan tinggi dari para Guru Besar menyampaikan kritik sarannya dengan penuh etika, dengan bahasa dan narasi-narasi yang masih memegang teguh kesantunan, dan  tidak melakukan gerakan-gerakan yang mendorong gerakan yang masif, tetapi pemerintah, pemerintah dalam hal ini, lewat juru bicaranya, malah membangun narasi setingan, narasi tandingan," kata Atwar Dosen Komunikasi yang menggemari olahraga sepeda ini.

Atwar menyesalkan, niat baik dari para akademisi dan Guru Besar dianggap sebagai bagian dalam rangka kebutuhan elektoral.

Ia merasa prihatin, sikap pemerintah pusat terlihat seperti anti kritik dalam melihat berbagai aksi pernyataan sikap dan gerakan seruan moral dari perguruan tinggi. Seolah-olah, menunjukkan ketidakpercayaan dan ketidaktulusan atas apa yang diperjuangkan oleh para akademisi.

Seperti sedang mereduksi, atau menganggap tidak penting suara-suara yang muncul dari perguruan tinggi, atau suara-suara jujur yang berasal dari kalangan kampus.

Baca Juga: Guru Besar Komunikasi UGM Sebut Mesin Budaya Jangan Cuma Hanya Pemerintah dan Oligarki

"Seharusnya masukan-masukan diterima sebagai sebuah kritik yang baik. Diterima sebagai sebuah upaya untuk membangun kontemplasi dan sekaligus komunikasi di antara pemerintah dengan kalangan perguruan tinggi," kata Atwar.

Namun demikian, meski Atwar menganggap kritik ini sebagai sebuah teguran yang halus, tetapi apa yang disuarakan oleh para akademisi seharusnya menjadi pertimbangan untuk pemerintah atau presiden di dalam mengevaluasi kinerjanya.

"Kita melihat tindakan-tindakan yang sangat banal gitu, misalnya presiden bagi-bagi sembako, dan secara tidak ada lagi keraguan bahwa dia boleh berkampanye. Itu kan sebuah pelanggaran-pelanggaran etis yang tidak bisa ditoleransi dalam menjelang kontestasi 2024," papar Atwar.

Halaman:

Editor: Mia Nurmiarani


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x