MATA BANDUNG - Patung kuda kosong yang berada di Jalan Raya Bandung Cianjur tepatnya di pertigaan Jonggol Tungturunan Kecamatan Sukaluyu, Kabupaten Cianjur bukan dibangun hanya sebagai pajangan saja, tetapi memiliki cerita tersendiri.
Tradisi Kabupaten Cianjur salah satunya adalah pawai kuda kosong, sudah ada turun temurun di Cianjur.
Tradisi ini bertujuan untuk mengenang R.A Wira Tanu seorang Dalem Pamoyanan R.A.A. Wiratanudatar II yang pernah memimpin sebagai Bupati Cianjur pada masa itu.
Pada saat itu bupati wajib menyerahkan upeti hasil dari palawija atau tanaman sampingan dari padi, kemudian upeti tersebut diserahkan kepada Sultan Mataram di Jawa Tengah.
Jenis upeti yang diserahkan adalah sebutir beras, lada, dan sebutir cabai, karena Dalem Pamoyanan R.A.A Wiratanudatar II-lah yang saat itu dianggap memiliki ilmu sakti mandraguna. Karena itu beliaulah yang diembani tugas untuk menyerahkan langsung upeti ke Sultan Mataram.
Baca Juga: 11 Mei Kelahiran Seniman dan Budayawan Indonesia KR.T Hardjonagoro.
R.A Wira Tanu selalu mengatakan bahwa rakyat Cianjur itu miskin dalam hasil tani ketika memyerahkan upeti rakyatnya. Meskipun demikian rakyat Cianjur memiliki keberanian yang besar dalam memperjuangkan bangsa, sama seperti upeti yang diserahkan yakni sama dengan pedasnya rasa cabai dan juga lada.
Pernyataan beliau selalu diucapkan ketika menyerahkan upeti, mendengar kata - kata tersebut membuat Sunan Mataram kagum terhadap cara berdiplomasinya dan menghadiahkan seekor kuda jantan kepadanya.
Hadiah kuda jantan yang diberikan Sunan Mataram kepada R.A Wira Tanu membuat rakyat cianjur mempunyai kebanggan tersendiri pada saat itu.
Kurang lebih lima puluh tahun dari peristiwa penyerahan upeti, Belanda datang berusaha menjajah, sesuai dengan perkataan R.A Wira Tanu, ribuan rakyat cianjur berbondong - bondong melakukan perlawanan secara gerilya terhadap penjajah Belanda.