3 Hakim MK Sepakat Minta Dilakukan Pemungutan Suara Ulang Pilpres 2024 di Beberapa Wilayah

- 22 April 2024, 22:44 WIB
Hakim konstitusi Saldi Isra sidang lanjutan sengketa hasil Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat, 5 April 2024.
Hakim konstitusi Saldi Isra sidang lanjutan sengketa hasil Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat, 5 April 2024. /ANTARA/Galih Pradipta/

MATA BANDUNG - Tiga hakim konstitusi memberikan pendapat berbeda (dissenting opinion) atas keputusan mengenai perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024. Mereka secara tegas menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) harus meminta pemungutan suara ulang (PSU) di beberapa wilayah.

Tiga hakim konstitusi—Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arief Hidayat—berpendapat berbeda dengan lima hakim konstitusi lainnya yang menolak seluruh permohonan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

“Demi menjaga integritas penyelenggaraan pemilu yang jujur dan adil maka seharusnya Mahkamah memerintahkan untuk dilakukan pemungutan suara ulang di beberapa daerah,” kata Saldi Isra membacakan dissenting opinion-nya di Gedung I MK RI, Jakarta, Senin.

Baca Juga: Hakim Saldi Isra Dissenting Opinion, Bansos Tidak Etis Dijadikan Instrumen Pemenangan Pilpres 2024

Hakim MK, Arief Hidayat.
Hakim MK, Arief Hidayat. Pikiran Rakyat

Saldi berpendapat bahwa dalil Pemohon beralasan menurut hukum karena berkaitan dengan politisasi bantuan sosial (bansos) dan mobilisasi aparat, aparatur negara, atau penyelenggara negara. Ini adalah kesimpulan yang dia buat setelah memeriksa alat bukti, keterangan para pihak, dan fakta yang terungkap di persidangan.

Dia berpendapat bahwa di enam daerah—Sumatera Utara, Jakarta, Banten, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan—terdapat masalah netralitas penjabat (Pj.) kepala daerah dan pengerahan kepala desa. Akibatnya, wakil ketua MK berpendapat merasa perlu untuk dilakukan PSU di beberapa daerah tersebut.

Selain itu, Enny Nurbaningsih berpendapat bahwa tuntutan Pemohon beralasan secara hukum karena ia percaya bahwa ada ketidaknetralan pejabat yang berkelindan dengan pemberian bansos di beberapa daerah.

Baca Juga: Tiga Hakim MK Dissenting Opinion, Sementara 5 Hakim Menolak Seluruhnya Gugatan Kubu Paslon 01 dan 03

Enny menyebutkan setidaknya empat daerah di mana ada indikasi kuat ketidaknetralan kepala daerah; ini termasuk daerah Kalimantan Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Utara. Daerah-daerah ini memiliki masalah ketidaknetralan pejabat dan aparat negara yang belum ditangani dengan baik oleh Bawaslu dan pihak berwenang.


“Maka untuk menjamin terselenggaranya pemilu yang jujur dan adil sebagaimana dijamin oleh UUD 1945, seharusnya Mahkamah memerintahkan untuk dilakukan pemungutan suara ulang untuk beberapa daerah tersebut,” ujar Enny.

Selanjutnya, Arief Hidayat mengusulkan agar Mahkamah meminta KPU RI untuk menerapkan PSU di wilayah pemilihan DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Sumatera Utara.

Baca Juga: MK Sedang Mengkaji 14 Berkas Amicus Curiae dalam Kasus PHPU Pilpres

Arief menyatakan bahwa, selain politisasi penyaluran perlindungan sosial (perlinsos) dan bansos, terjadi pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), serta pengarahan aparat pemerintahan selama proses pemilihan presiden 2024.

“Sehingga hal ini telah mencederai konstitusionalitas dan prinsip keadilan pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil,” demikian bunyi salah satu bagian dissenting opinion Arief seperti dikutip dari salinan putusan yang diunduh dari laman resmi MK RI.

Pada Senin, MK memutuskan untuk menolak permohonan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud secara keseluruhan. Dengan demikian, Mahkamah menyimpulkan bahwa permohonan Pemohon tidak beralasan secara hukum.***

Editor: Mia Nurmiarani

Sumber: Antara


Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah