Persiapkan Musim Kemarau, BMKG Sarankan Masyarakat Manfaatkan Musim Penghujan untuk Gerakan Memanen Air Hujan

17 Maret 2024, 22:25 WIB
Persiapkan Musim Kemarau, BMKG Sarankan Masyarakat Manfaatkan Musim Penghujan untuk Gerakan Memanen Air Hujan /Dok. bmkg.go.id/


MATA BANDUNG - Persiapkan Masa Kemarau Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sarankan masyarakat memanfaatkan musim penghujan untuk Gerakan Memanen Air Hujan. Mnurut Ketua BMKG, Dwikorita Karnawati dari, musim kemarau tahun 2024 akan berkurang di sebagian besar wilayah Indonesia dibandingkan musim kemarau tahun-tahun sebelumnya. Puncak musim kemarau tahun 2024 diperkirakan terjadi pada bulan Juli dan Agustus 2024.

Dwikorita mengatakan dalam konferensi pers awal musim kemarau yang diadakan di Kantor BMKG di Kemayoran, Jakarta pada 15 Maret 2024, "Jika dibandingkan dengan rerata klimatologinya (periode 1991-2020), maka awal musim kemarau 2024 di Indonesia diprediksi MUNDUR pada 282 ZOM (40%), SAMA pada 175 ZOM (25%), dan MAJU pada 105 ZOM (15%)."

Dwikorita menjelaskan bahwa beberapa wilayah di Sumatra Utara, Riau, Lampung, Banten, Jakarta, Jawa Barat, DIY, Jawa Timur, sebagian besar Kalimantan, Bali, NTB, NTT, dan beberapa wilayah lainnya diprediksi akan mengalami penurunan pada awal kemarau.

"Jika dibandingkan terhadap rerata klimatologinya (periode 1991-2020), maka awal musim Kemarau 2024 di Indonesia diprediksi MUNDUR pada 282 ZOM (40%), SAMA pada 175 ZOM (25%), dan MAJU pada 105 ZOM (15%)," ungkap Dwikorita dalam Konferensi Pers Awal Musim Kemarau di Kantor BMKG di bilangan Kemayoran, Jakarta (15/3/2024).

 

Baca Juga: Waspada Cuaca Ekstrem, BMKG Deteksi 3 Bibit Siklon Tropis di Indonesia, Cek Daerahmu Level Siaga atau Waspada?

Sebagian kecil wilayah Aceh, Sumatra Utara, Riau, Kepulauan Bangka Belitung, Jawa Timur, Kalimantan Barat, sebagian kecil Sulawesi Selatan, sebagian kecil Sulawesi Tenggara, sebagian kecil Sulawesi Tengah, sebagian kecil NTT, Maluku Utara, sebagian kecil Papua Barat, sebagian kecil Papua Tengah, dan sebagian kecil Papua Selatan akan mengalami musim kemarau yang lebih rendah dari normal.

Namun, wilayah yang diharapkan mengalami musim kemarau yang lebih lama daripada biasa termasuk sebagian kecil pesisir selatan Sumatera Barat, Bengkulu, Sumatra Selatan, Lampung, sebagian besar Pulau Jawa, Bali, NTB, NTT, sebagian besar Kalimantan Barat, sebagian besar Kalimantan Tengah, sebagian besar Kalimantan Selatan, sebagian kecil Kalimantan Utara, bagian selatan Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, dan bagian utara Gorontalo dan Sulawesi Utara.

"Sebagian besar wilayah Indonesia sebanyak 317 ZOM (45,61%) akan mengalami puncak musim kemarau pada bulan Agustus 2024 yaitu meliputi sebagian Sumatra Selatan, Jawa Timur, sebagian besar Pulau Kalimantan, Bali, NTB, NTT, sebagian besar Pulau Sulawesi, Maluku dan sebagian besar Pulau Papua. Namun demikian, terdapat beberapa wilayah yang mengalami puncak musim kemarau pada bulan Juli 2024 sebanyak 217 ZOM (31,22%) dan September 2024 sebanyak 68 ZOM (9,78%)," terangnya.

Baca Juga: Bagaimana Cuaca di Indonesia Dipengaruhi oleh Bibit Siklon Tropis? Begini Penjelasannya!

Terkait El Niño, Dwikorita mengatakan bahwa pemantauan anomali iklim global di Samudra Pasifik menunjukkan bahwa El Niño moderat masih berlangsung dengan nilai indeks 1,59 hingga awal Maret 2024. Di Samudra Hindia, pemantauan suhu muka laut menunjukkan bahwa IOD Netral. Dia mengatakan bahwa fenomena El Niño diproyeksikan akan segera menuju netral pada periode Mei-Juni-Juli 2024 dan mungkin beralih menjadi La Nina-Lemah setelah triwulan ketiga (Juli-Agustus-September) 2024. Sementara itu, kondisi Indian Ocean Dipole (IOD) diproyeksikan akan tetap netral setidaknya hingga September 2024. Suhu muka laut Indonesia diperkirakan lebih hangat, sekitar +0.5 hingga +2.0 derajat celcius lebih tinggi dari normal.

Dwikorita juga menyampaikan beberapa saran untuk pemerintah dan masyarakat untuk menghadapi musim kemarau 2024 pada kesempatan tersebut. Dwikorita menyatakan bahwa BMKG mengimbau Kementerian, Lembaga, Pemerintah Daerah, institusi terkait, dan seluruh masyarakat untuk mempersiapkan diri dan mengantisipasi dampak musim kemarau, terutama di daerah di mana musim kemarau lebih kering daripada normal. Kemungkinan bencana kekeringan meteorologis, kebakaran hutan dan lahan, dan kekurangan sumber air akan meningkat di wilayah tersebut.

Menurutnya, pemerintah daerah dapat menggunakan gerakan memanen air hujan dengan lebih efisien pada akhir musim hujan ini untuk memenuhi kebutuhan danau, waduk, embung, kolam retensi, dan penyimpanan air buatan lainnya di masyarakat. Tindakan antisipasi juga diperlukan di daerah yang diproyeksikan mengalami musim kemarau atas normal (lebih basah dari biasanya), terutama untuk tanaman pertanian atau hortikultura yang rentan terhadap curah hujan tinggi.***

Editor: Mia Nurmiarani

Sumber: BMKG

Tags

Terkini

Terpopuler