Kehidupan Seita dan Setsuko di rumah bibinya berjalan baik, lama-kelamaan saat persediaan makanan semakin berkurang dan jatah beras dari pemerintah hanya sedikit.
Sang Bibi menjual kimono-kimono Ibu Seita untuk ditukarkan dengan beras dan membagi duanya dengan Seita.
Saat Seita sudah tak punya apa-apa dan keadaan di rumah bibinya mulai memburuk lama-kelamaan bibinya mulai menunjukkan sikap tak sukanya pada seita dan setsuko.
Apalagi seita dan Setsuko disebut bagaikan hama. alias parasit yang bisanya menumpang saja tanpa membantu bekerja.
Sementara Putri dan suami bibi tersebut mati-matian banting tulang.
Harga diri Seita pun terluka, Ia lalu memilih pamit dan tidak akan merepotkan bibinya lagi, meski tidak tahu akan berteduh kemana karena tak ada pilihan.
Shelter perlindungan yang biasa digunakan saat ada serangan udara pun dijadikannya rumah.
Seita dan Setsuko kemudian bersama-sama mengumpulkan alat-alat seadanya dari sisa rumah yang terbakar, juga membeli jerami dan beberapa peralatan masak untuk bertahan hidup.
Awalnya semua berjalan manis bahkan cenderung romantis, memperlihatkan kegigihan seorang kakak yang selalu siap untuk adiknya dalam keadaan susah maupun senang.