Penggelapan Dana Bansos COVID-19: KPK Temukan Indikasi Korupsi di Kemensos

- 27 Juni 2024, 21:05 WIB
Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto
Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto /Karawangpost/Foto/KPK-RI


MATA BANDUNG - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memulai penyidikan terkait dugaan korupsi Bantuan Sosial (Bansos) Presiden untuk Penanganan COVID-19 di wilayah Jabodetabek pada tahun 2020.

"Ini merupakan pengembangan perkara distribusi bansos yang baru-baru ini sudah diputus oleh pengadilan Tipikor, ini dalam rangka pengadaan bantuan sosial presiden terkait penanganan COVID-19 di wilayah Jabodetabek pada Kemensos RI tahun 2020," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardika saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.

Tesa menuturkan dalam perkara tersebut penyidik KPK telah menetapkan satu orang tersangka yakni Ivo Wongkaren (IW)

Dia juga mengatakan perhitungan awal kerugian keuangan negara akibat dugaan tindak pidana korupsi tersebut mencapai Rp125 miliar.

Untuk diketahui, Direktur Utama Mitra Energi Persada/Tim Penasihat Tim Primalayan Teknologi Persada tahun 2020 Ivo Wongkaren dituntut 13 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 12 bulan penjara dalam kasus dugaan korupsi bantuan sosial.

Ivo Wongkaren juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp120.118.816.820 dikurangi dengan harta benda milik terdakwa yang sudah disita. Dengan ketentuan apabila sisa uang pengganti tidak dibayar selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap maka harta bendanya dilelang atau dipidana selama lima tahun.

Jaksa menyatakan Ivo Wongkaren tidak mendukung program pemerintah mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Menurut jaksa, Ivo Wongkaren merupakan inisiator atau perencana yang menghendaki keuntungan dari tindak pidana korupsi itu.

"Perbuatan tersebut dalam periode waktu tertentu, bencana non-alam COVID-19. Terdakwa melakukan korupsi bertujuan memperoleh keuntungan di luar kewajaran. Terdakwa tidak mengakui perbuatannya," imbuh jaksa.

Baca juga: Presiden Jokowi minta KPK ikut dampingi penyaluran bansos COVID-19

Baca juga: KPK masih temukan kesemrawutan penyaluran bansos

Baca juga: Presiden tak akan lindungi pejabat terlibat korupsi

Dalam surat dakwaan yang sama, jaksa juga menjatuhkan tuntutan terhadap Tim Penasihat PT Primalayan Teknologi Persada Roni Ramdani dan General Manager PT Primalayan Teknologi Persada Richard Cahyanto.

Roni Ramdani dituntut dengan pidana penjara selama 10 tahun dan denda sebesar Rp1 miliar subsider 12 bulan penjara, sementara Richard Cahyanto dituntut pidana penjara selama 7 tahun serta denda Rp1 miliar subsider 12 bulan penjara.

Roni juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp616.241.000 yang dikurangi dengan barang bukti yang telah dirampas untuk negara. Jika sisa uang pengganti tidak dibayar paling lambat satu bulan setelah putusan inkrah maka harta bendanya dilelang atau dipidana selama satu tahun.

Richard Cahyanto juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp4.134.000.000. Apabila sisa uang pengganti setelah dikurangkan dengan uang sitaan yang dirampas untuk negara tidak dibayar maksimal satu bulan pascaputusan inkrah, harta benda Richard dapat dilelang atau dipidana selama dua tahun.

Tiga terdakwa, menurut jaksa, terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambahkan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dalam dakwaan alternatif kesatu.

Ivo, Roni, dan Richard didakwa merekayasa pekerjaan konsultansi dengan menunjuk PT Primalayan Teknologi Persada sebagai konsultan PT Bhanda Ghara Reksa (Persero) dalam pekerjaan penyaluran bansos beras untuk Keluarga Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan dari Kementerian Sosial Tahun 2020 yang merugikan keuangan negara sejumlah Rp127.144.055.620.
ChatGPT
Judul Alternatif:
Skandal Bansos COVID-19: KPK Ungkap Dugaan Korupsi Besar-besaran
Misteri Korupsi Bansos Presiden: KPK Mulai Penyidikan, Kerugian Mencapai Rp125 Miliar
KPK Bongkar Dugaan Korupsi Bansos COVID-19: Siapa di Balik Kasus Ini?
Bansos COVID-19 Dikorupsi? KPK Temukan Bukti Baru di Jabodetabek
Dibalik Layar Korupsi Bansos COVID-19: Peran Ivo Wongkaren dan Rekannya
Skandal Bansos Presiden: KPK Tangani Kasus Korupsi dengan Kerugian Fantastis
Korupsi Bansos COVID-19: KPK Tetapkan Ivo Wongkaren Sebagai Tersangka Utama
Penggelapan Dana Bansos COVID-19: KPK Temukan Indikasi Korupsi di Kemensos 2020
Penyelidikan KPK Terhadap Bansos COVID-19: Mengapa Kerugian Negara Begitu Besar?
Ivo Wongkaren dan Korupsi Bansos COVID-19: Kronologi Penyidikan KPK
Tulisan:
KPK Dalami Dugaan Korupsi Bansos Presiden untuk Penanganan COVID-19

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menjadi sorotan setelah memulai penyidikan terhadap dugaan korupsi dalam distribusi Bantuan Sosial (Bansos) Presiden yang diperuntukkan bagi penanganan COVID-19 di wilayah Jabodetabek pada tahun 2020. "Ini merupakan pengembangan perkara distribusi bansos yang baru-baru ini sudah diputus oleh pengadilan Tipikor, ini dalam rangka pengadaan bantuan sosial presiden terkait penanganan COVID-19 di wilayah Jabodetabek pada Kemensos RI tahun 2020," kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika, saat dikonfirmasi di Jakarta pada Rabu lalu.

Dalam penyelidikan awal, KPK telah menetapkan satu orang tersangka, yaitu Ivo Wongkaren, Direktur Utama Mitra Energi Persada sekaligus Tim Penasihat PT Primalayan Teknologi Persada. Ivo Wongkaren dituntut 13 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 12 bulan penjara dalam kasus ini. Selain itu, Ivo diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp120.118.816.820 dikurangi dengan harta benda milik terdakwa yang sudah disita. Apabila sisa uang pengganti tidak dibayar selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan dilelang atau dipidana selama lima tahun.

Jaksa menegaskan bahwa Ivo Wongkaren tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Ia dianggap sebagai inisiator atau perencana utama yang menghendaki keuntungan pribadi dari tindak pidana korupsi ini. "Perbuatan tersebut dalam periode waktu tertentu, bencana non-alam COVID-19. Terdakwa melakukan korupsi bertujuan memperoleh keuntungan di luar kewajaran. Terdakwa tidak mengakui perbuatannya," jelas jaksa.

Tidak hanya Ivo Wongkaren, penyelidikan KPK juga menyoroti keterlibatan beberapa pihak lainnya dalam skandal korupsi bansos ini. Dalam surat dakwaan yang sama, jaksa juga menuntut pidana penjara terhadap Roni Ramdani, Tim Penasihat PT Primalayan Teknologi Persada, selama 10 tahun dan denda sebesar Rp1 miliar subsider 12 bulan penjara. Sementara itu, General Manager PT Primalayan Teknologi Persada, Richard Cahyanto, dituntut pidana penjara selama 7 tahun serta denda Rp1 miliar subsider 12 bulan penjara.

Roni Ramdani juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp616.241.000 yang dikurangi dengan barang bukti yang telah dirampas untuk negara. Jika sisa uang pengganti tidak dibayar paling lambat satu bulan setelah putusan inkrah, maka harta bendanya akan dilelang atau dipidana selama satu tahun. Richard Cahyanto juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp4.134.000.000. Apabila sisa uang pengganti setelah dikurangkan dengan uang sitaan yang dirampas untuk negara tidak dibayar maksimal satu bulan pascaputusan inkrah, harta benda Richard dapat dilelang atau dipidana selama dua tahun.

Ketiga terdakwa tersebut dinyatakan terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambahkan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dalam dakwaan alternatif kesatu. Mereka didakwa merekayasa pekerjaan konsultansi dengan menunjuk PT Primalayan Teknologi Persada sebagai konsultan PT Bhanda Ghara Reksa (Persero) dalam pekerjaan penyaluran bansos beras untuk Keluarga Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan dari Kementerian Sosial Tahun 2020 yang merugikan keuangan negara sejumlah Rp127.144.055.620.

Skandal korupsi bansos COVID-19 ini menjadi salah satu contoh nyata dari bagaimana pandemi global dimanfaatkan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab untuk keuntungan pribadi. Pemerintah, melalui berbagai lembaga termasuk KPK, terus berupaya untuk mengusut tuntas kasus ini dan memastikan bahwa para pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri telah meminta KPK untuk terus mengawal dan mendampingi penyaluran bantuan sosial agar tidak terjadi penyimpangan seperti yang terjadi pada kasus ini. "Presiden Jokowi minta KPK ikut dampingi penyaluran bansos COVID-19," jelas Tessa Mahardika. Penegasan ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi.

Namun, meskipun berbagai upaya telah dilakukan, KPK masih menemukan kesemrawutan dalam penyaluran bansos di beberapa wilayah. Kesemrawutan ini menjadi tantangan tersendiri dalam memastikan bahwa bantuan sosial benar-benar sampai kepada mereka yang membutuhkan tanpa adanya penyalahgunaan. "KPK masih temukan kesemrawutan penyaluran bansos," ungkap Tessa.

Presiden Jokowi juga telah menegaskan bahwa tidak akan ada perlindungan bagi pejabat yang terlibat dalam kasus korupsi. "Presiden tak akan lindungi pejabat terlibat korupsi," tambah Tessa. Penegasan ini menunjukkan bahwa pemerintah serius dalam menindak setiap bentuk korupsi tanpa pandang bulu.

Kasus korupsi bansos COVID-19 ini menjadi pelajaran penting bagi semua pihak, baik pemerintah, lembaga penegak hukum, maupun masyarakat. Pengawasan yang ketat dan transparansi dalam penyaluran bantuan sosial harus menjadi prioritas utama untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan. Kolaborasi antara berbagai lembaga juga sangat penting untuk memastikan bahwa setiap tindakan korupsi dapat segera diungkap dan ditindaklanjuti.

Di sisi lain, edukasi dan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya melaporkan setiap dugaan tindak pidana korupsi juga harus ditingkatkan. Dengan adanya partisipasi aktif dari masyarakat, diharapkan pengawasan terhadap penyaluran bantuan sosial dapat lebih efektif dan efisien.

Dalam menghadapi pandemi yang telah memberikan dampak signifikan pada berbagai aspek kehidupan, termasuk ekonomi dan kesehatan, bantuan sosial menjadi salah satu instrumen penting dalam membantu masyarakat yang terdampak. Oleh karena itu, integritas dan transparansi dalam penyaluran bantuan sosial harus dijaga dengan baik. Kejadian seperti korupsi bansos COVID-19 ini harus menjadi pemicu bagi semua pihak untuk lebih waspada dan bertindak tegas terhadap setiap bentuk penyimpangan.

Kesimpulannya, dugaan korupsi bansos COVID-19 yang sedang diselidiki oleh KPK menunjukkan betapa pentingnya integritas dan transparansi dalam penyaluran bantuan sosial. Pemerintah, lembaga penegak hukum, dan masyarakat harus bekerja sama untuk memastikan bahwa bantuan sosial benar-benar sampai kepada mereka yang membutuhkan tanpa adanya penyalahgunaan. Dengan demikian, upaya bersama ini diharapkan dapat mencegah terulangnya kasus korupsi bansos di masa depan dan mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi.

 

 

 

 

ChatGPT can make mistakes. Check important info.

Editor: Mia Nurmiarani

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah