Mengapa Data Lama BAIS Menjadi Target Peretas MoonzHaxor?

- 27 Juni 2024, 19:05 WIB
Arsip foto - Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen TNI Nugraha Gumilar di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat (29/3/2024). ANTARA/Genta Tenri Mawangi.
Arsip foto - Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen TNI Nugraha Gumilar di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat (29/3/2024). ANTARA/Genta Tenri Mawangi. /Dok. ANTARA/Genta Tenri Mawangi./

MATA BANDUNG - Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Mayjen TNI Nugraha Gumilar, mengumumkan bahwa server Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI dinonaktifkan sementara untuk kepentingan penyelidikan setelah terjadi aksi peretasan oleh peretas dengan nama samaran MoonzHaxor. Kejadian ini menyoroti ancaman serius terhadap keamanan siber Indonesia dan memaksa pihak TNI mengambil langkah cepat dan tegas.


MoonzHaxor, seorang peretas yang dikenal aktif di forum jual beli data gelap, mengklaim telah menguasai sejumlah data milik BAIS TNI. Menurut Nugraha, data-data yang diretas oleh MoonzHaxor merupakan informasi lama yang sudah dirilis pada tahun 2024. "Data yang diretas adalah data lama dan di-release (siarkan, red.) pada tahun 2024. Saat ini server sudah dinonaktifkan untuk kepentingan penyelidikan yang lebih lanjut," kata Kapuspen TNI.

Pengumuman peretasan ini pertama kali muncul di akun media sosial X, @FalconFeeds.io, yang rutin memantau aktivitas siber termasuk dari situs gelap (dark web). Pada tanggal 24 Juni, akun ini mengumumkan bahwa MoonzHaxor berhasil meretas sistem BAIS TNI dan mengklaim telah menguasai sejumlah data penting. Informasi ini segera menyebar luas, menimbulkan kekhawatiran tentang keamanan data intelijen Indonesia.

Data yang Diretas dan Dijual

WASPADA!Ini 5 Hal yang Diincar para Hacker dari Para Korbannya
WASPADA!Ini 5 Hal yang Diincar para Hacker dari Para Korbannya

MoonzHaxor tidak hanya berhenti pada klaim peretasan. Dalam forum BreachForum, ia menawarkan contoh data yang telah diretas, termasuk database berisi 2.000 pengguna dengan ukuran 773 kilobita (kb) yang dijual seharga 1.000 dolar AS. Selain itu, ia juga mengklaim memiliki data rahasia berukuran 33,7 gigabita yang dijual dengan harga 7.000 dolar AS. Dokumen-dokumen rahasia dari tahun 2020 hingga 2022 juga termasuk dalam data yang diretas dan ditawarkan untuk dijual.

Tidak hanya BAIS TNI yang menjadi target MoonzHaxor. Pada minggu sebelumnya, ia juga mengklaim berhasil meretas sistem Indonesia Automatic Finger Identification System (INAFIS) milik Kepolisian Negara Republik Indonesia. Data yang diklaim diretas mencakup gambar sidik jari, alamat email, dan aplikasi SpringBoot dengan beberapa konfigurasi. Data-data ini dijual dengan harga 1.000 dolar AS, atau setara dengan Rp16,3 juta.

Langkah TNI dan BSSN dalam Menghadapi Ancaman

Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Letjen TNI Purn. Hinsa Siburian, menegaskan bahwa data yang diretas oleh MoonzHaxor merupakan data lama.

"Ini sudah kami konfirmasi dengan kepolisian, bahwa itu adalah data-data lama mereka yang diperjualbelikan di dark web itu," kata Hinsa saat jumpa pers di Jakarta.

Ia memastikan bahwa sistem Polri saat ini berjalan dengan baik dan tidak mengalami gangguan. "Kami yakinkan bahwa sistem mereka berjalan dengan baik," ucap Hinsa.

Hinsa juga menekankan bahwa dugaan peretasan data INAFIS tidak terkait dengan insiden serangan siber terhadap Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2. Hal ini memberikan sedikit kelegaan, meskipun tetap menyoroti pentingnya peningkatan keamanan siber di berbagai lembaga pemerintah.

Upaya Meningkatkan Keamanan Siber
Pemerintah Indonesia, melalui berbagai lembaga, terus berupaya meningkatkan keamanan siber untuk mencegah insiden serupa di masa mendatang. Langkah-langkah yang diambil termasuk meningkatkan sistem keamanan, mengadakan pelatihan untuk personel terkait, dan melakukan audit berkala terhadap sistem yang ada. Kejadian ini menjadi pengingat akan pentingnya menjaga keamanan data, terutama yang berkaitan dengan intelijen dan informasi sensitif lainnya.

Penonaktifan sementara server BAIS TNI merupakan langkah penting dalam penyelidikan ini. Tindakan ini memungkinkan pihak berwenang untuk melakukan audit menyeluruh dan memastikan bahwa tidak ada data lain yang berisiko. Langkah ini juga bertujuan untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap kemampuan TNI dalam menjaga keamanan informasi strategis negara.

MoonzHaxor, dengan aksinya yang berani, menunjukkan betapa rentannya sistem siber yang tidak diperkuat dengan baik. Kejadian ini menyoroti kebutuhan mendesak untuk meningkatkan keamanan siber di seluruh lembaga pemerintahan dan memastikan bahwa protokol keamanan selalu diperbarui sesuai dengan perkembangan ancaman siber yang terus berubah.

Kolaborasi dalam Menangani Ancaman Siber

Dalam menghadapi ancaman siber yang semakin kompleks, kolaborasi antara lembaga pemerintah, swasta, dan komunitas siber menjadi sangat penting. Kerjasama ini dapat membantu dalam berbagi informasi tentang ancaman baru, mengembangkan strategi bersama untuk mengatasi serangan, dan meningkatkan kapasitas pertahanan siber secara keseluruhan.

Insiden peretasan ini juga membawa perhatian pada pentingnya literasi digital di kalangan masyarakat. Edukasi tentang keamanan siber harus ditingkatkan agar masyarakat lebih waspada dan mampu melindungi data pribadi mereka dari ancaman peretas. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang risiko siber, diharapkan masyarakat dapat berkontribusi dalam menciptakan lingkungan digital yang lebih aman.

Secara keseluruhan, kejadian peretasan data BAIS oleh MoonzHaxor merupakan peringatan serius bagi semua pihak terkait. Penting untuk mengambil langkah-langkah proaktif dalam meningkatkan keamanan siber dan memastikan bahwa data sensitif tetap terlindungi. Melalui upaya bersama dan peningkatan kesadaran akan ancaman siber, Indonesia dapat menghadapi tantangan ini dengan lebih baik dan menjaga integritas serta keamanan data strategisnya.

Pemerintah dan lembaga terkait harus terus berinovasi dan memperkuat sistem keamanan siber mereka untuk mencegah terulangnya kejadian serupa di masa depan. Hanya dengan demikian, Indonesia dapat melindungi data-data pentingnya dari ancaman peretas yang semakin canggih dan agresif.***

Editor: Mia Nurmiarani

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah