Mahkamah Rakyat dan Sembilan Dosa Jokowi: Bagaimana Tanggapan Istana?

- 29 Juni 2024, 18:05 WIB
tangkapan layar dari suasana di Mahkamah Rakyat di Depok 25 Juni 2024
tangkapan layar dari suasana di Mahkamah Rakyat di Depok 25 Juni 2024 /tangkapan layar mahkamahrakyat.id/

MATA BANDUNG - Di tengah kritik tajam yang dilayangkan oleh Mahkamah Rakyat Luar Biasa terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo, Istana Negara merespons dengan memaparkan hasil survei yang menunjukkan tingkat kepuasan publik terhadap kinerja pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin. Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana, menyebutkan bahwa hasil survei Litbang Kompas terbaru mencatat kepuasan publik mencapai 75,6 persen.

"Sebagaimana hasil survei lembaga-lembaga yang kredibel, misalnya, Litbang Kompas yang baru saja menunjukkan tingkat kepuasan pada kinerja Pemerintahan Jokowi mencapai 75,6 persen," ujar Ari Dwipayana di Jakarta, Selasa 25 Juni 2024. Dia menambahkan bahwa kritik yang disampaikan akan dijadikan sebagai masukan konstruktif untuk memperbaiki kinerja pemerintahan di berbagai bidang.


Mahkamah Rakyat Luar Biasa digelar oleh organisasi masyarakat sipil pada Selasa 25 Juni 2024 di Wisma Makara Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat. Mereka menuding pemerintahan Jokowi dengan sembilan dosa besar, yang disebut sebagai "Nawadosa" rezim Jokowi. Mahkamah ini menuntut pertanggungjawaban dari pemerintah atas berbagai kebijakan yang dianggap merugikan hak-hak konstitusional rakyat.

Baca Juga: Jokowi Gelar Rapat Tertutup di Istana Dihadiri Telkom Hingga Menkominfo Bahas Peretasan Pusat Data Nasional

Di sisi lain, Ari Dwipayana menekankan bahwa meskipun kritik adalah bagian dari demokrasi, pemerintah juga menerima apresiasi dan dukungan yang signifikan dari masyarakat. "Pemerintah terbuka menerima kritik ataupun dukungan terhadap jalannya pemerintahan. Kritik merupakan hal yang lazim dalam negara demokrasi," katanya.


Menurut survei Litbang Kompas, kepuasan publik terhadap pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin mencatat angka 75,6 persen. Survei ini melibatkan 1.200 responden yang dipilih secara acak menggunakan metode pencuplikan sistematis bertingkat di 38 provinsi. Hasil survei menunjukkan bahwa masyarakat mengapresiasi pemerataan pembangunan dengan tingkat kepuasan mencapai 74,5 persen, menjadikannya indikator dengan tingkat apresiasi tertinggi di bidang ekonomi.

"Survei tersebut menyebutkan metode penelitian dengan melibatkan 1.200 responden yang dipilih secara acak menggunakan metode pencuplikan sistematis bertingkat di 38 provinsi," kata Ari Dwipayana.

 

Mahkamah Rakyat Luar Biasa


Mahkamah Rakyat Luar Biasa menilai rezim Jokowi telah melakukan berbagai kebijakan yang merugikan rakyat dan melanggar hak-hak konstitusional mereka. Juru Bicara Mahkamah Rakyat Luar Biasa, Edy Kurniawan, menyatakan bahwa rezim Jokowi telah menyebabkan terbajaknya lembaga-lembaga negara oleh kepentingan sempit akan kekuasaan dan profit jangka pendek dari para oligarki atau state-capture.

"Rezim Jokowi telah jelas-jelas menggunakan hukum sebagai alat kekuasaan, mengorbankan prinsip-prinsip demokrasi dan konstitusi," ujar Edy Kurniawan. Ia juga menyebut bahwa ruang bagi rakyat untuk mendapatkan keadilan semakin sempit, dengan lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang dianggap telah terbajak.

Bivitri Susanti penggugat Mahkamah Rakyat
Bivitri Susanti penggugat Mahkamah Rakyat

Sembilan Dosa Rezim Jokowi


Mahkamah Rakyat Luar Biasa mengajukan sembilan dosa rezim Jokowi yang mencakup:

  • Merampas Ruang dan Menyingkirkan Masyarakat: Kebijakan yang dianggap mengusir rakyat dari tanah mereka dan merampas ruang publik.
  • Melanggengkan Kekerasan, Persekusi, Kriminalisasi, dan Diskriminasi: Kebijakan yang dianggap memperpanjang tindak kekerasan dan diskriminasi.
  • Melanggengkan Impunitas serta Kejahatan Kemanusiaan: Kebijakan yang tidak memberikan hukuman yang setimpal bagi pelaku kejahatan kemanusiaan.
  • Merusak Sistem Pendidikan dengan Komersialisasi, Penyeragaman, dan Penundukan:
  • Kebijakan yang dianggap merusak kualitas pendidikan dengan terlalu komersial.
  • Mendorong Eksploitasi Sumber Daya Alam Secara Masif serta Solusi Palsu atas Krisis
  • Iklim: Kebijakan yang dianggap mengeksploitasi sumber daya alam tanpa memperhatikan lingkungan.
  • Melestarikan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) serta Koruptor: Kebijakan yang dianggap mendukung KKN dan tidak memberantas korupsi.
  • Memperparah Sistem Kerja yang Memiskinkan serta Menindas Pekerja: Kebijakan yang dianggap memperburuk kondisi pekerja.
  • Membajak Legislasi: Kebijakan yang dianggap merusak proses legislasi demi kepentingan tertentu.
  • Militerisasi dan Militerisme: Kebijakan yang dianggap meningkatkan dominasi militer dalam kehidupan sipil.

Pertanggungjawaban dan Tanggapan Pemerintah


Mahkamah Rakyat Luar Biasa mendesak pemerintah untuk bertanggung jawab atas sembilan dosa tersebut. Mereka menilai kebijakan-kebijakan tersebut telah membuat rakyat menjadi rentan terhadap berbagai ancaman krisis multidimensi dan kesulitan mengakses kebutuhan dasar yang seharusnya dijamin oleh negara.

Namun, Ari Dwipayana menegaskan bahwa pemerintah terbuka untuk menerima kritik dan dukungan dari masyarakat. Ia menyatakan bahwa kritik yang disampaikan akan menjadi masukan untuk perbaikan kinerja pemerintahan. "Dengan kata lain, dalam demokrasi yang sehat adalah lumrah terjadi perbedaan pandangan, persepsi, dan penilaian terhadap kinerja pemerintah," tambahnya.


Dalam konteks perbedaan pandangan ini, Mahkamah Rakyat Luar Biasa mengajukan kritik tajam terhadap pemerintahan Jokowi melalui sembilan dosa yang mereka sebut "Nawadosa". Di sisi lain, Istana Negara merespons dengan memaparkan hasil survei yang menunjukkan tingkat kepuasan publik yang tinggi terhadap kinerja pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin.

Perbedaan pandangan ini menunjukkan dinamika demokrasi yang sehat di Indonesia, di mana kritik dan dukungan merupakan hal yang wajar. Pemerintah, melalui Ari Dwipayana, menyatakan bahwa kritik akan dijadikan sebagai masukan untuk memperbaiki kinerja pemerintahan, sementara hasil survei menunjukkan bahwa ada apresiasi dan dukungan yang signifikan dari masyarakat.

Dalam demokrasi yang sehat, perbedaan pandangan adalah hal yang wajar dan penting untuk saling menghormati perbedaan tersebut demi kemajuan bersama. Pemerintah berkomitmen untuk terus bekerja keras memperbaiki kinerja dan memenuhi harapan masyarakat.***

Editor: Mia Nurmiarani

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah