Kajian Islam AKRONIM, TALQIN TEH KUDU TELEKKIN

20 November 2022, 07:10 WIB
Ustad Dadan Prof AKRONIM /dok Pribadi/

AKRONIM

(Alternatif Kajian Ruhiyah dengan Orientasi Nilai-nilai Islam sebagai Motivasi hidup dan beramal )

TALQIN TEH KUDU TELEKKIN

Talqin secara bahasa artinya mengajarkan atau memberi pemahaman sesuatu kepada orang lain secara lisan, kemudian diikuti oleh orang yang diajarkan. Dalam Fiqh Tradisionalis tulisan Muhyiddin Abdusshomad (2004: 209-210), secara istilah talqin adalah mengingatkan kembali sesuatu kepada orang yang sedang sakaratul maut atau kepada orang yang baru saja dikubur dengan kalimat tertentu.

Umat Muslim dianjurkan untuk melakukan talqin kepada orang yang sedang sakaratul maut dengan menyebut laa ilaha illallah. Dengan demikian orang yang sedang menemui ajal tersebut mengingat Allah dan meniru ucapannya.

Baca Juga: Sinopsis Preman Pensiun 7 malam ini Sabtu 19 November 2022

Rasulullah SAW bersabda: “Tuntunlah orang yang meninggal di antara kamu dengan mengucapkan lā ’ilāha ’illā allāh”. Sebab barangsiapa yang akhir perkataannya sebelum meninggal dunia adalah lā ’ilāha ’illā allāh, maka dia akan masuk surga” (HR. Abu Daud. Dikatakan sahih oleh Syaikh Al Albani dalam Misykatul Mashobih no. 1621).

Lantas bagaimana dengan hukum talqin mayit yang telah selesai dimakamkan? Terdapat tiga pendapat berbeda mengenai hukum talqin kepada mayit, yaitu sunnah, mubah, dan makruh. Berikut ini adalah penjelasannya :

Para ulama berbeda pendapat tentang permasalahan ini.

Pertama, sebagian ulama mazhab Hanafi, sebagian ulama mazhab Maliki, ulama mazhab Syafi’i, dan ulama mazhab Hanbali menyatakan, mentalqin mayit setelah dikubur hukumnya sunnah.

Baca Juga: Tunjangan Profesional Guru PAI Non-PNS Segera Cair, Anggarannya Rp205 Miliar

Syekh Ibnu Abidin dari mazhab Hanafi menyebutkan :

وَإِنَّمَا لَا يُنْهَى عَنِ التَّلْقِينِ بَعْدَ الدَّفْنِ، لِأَنَّهُ لَا ضَرَرَ فِيهِ، بَلْ نَفْعٌ، فَإِنَّ الْمَيِّتَ يَسْتَأْنِسُ بِالذِّكْرِ

“Sesungguhnya tidak dilarang mentalqin mayit setelah dikubur hanyalah karena tidak ada kemadharatan di dalamnya, bahkan terdapat manfaat. Sebab, mayit memperoleh manfaat dari pemberitahuan tersebut”
(Muhammad Amin Ibnu Abidin, Hasyiyah Raddul Mukhtar Ala Ad-Durril Muhtar, juz 2, h. 205).

Syekh Al-Mawwaq dari mazhab Maliki juga menyebutkan :

إذَا أُدْخِلَ الْمَيِّتُ قَبْرَهُ فَإِنَّهُ يُسْتَحَبُّ تَلْقِينُهُ فِي تِلْكَ السَّاعَةِ، وَهُوَ فِعْلُ أَهْلِ الْمَدِينَةِ الصَّالِحِينَ مِنَ الْأَخْيَارِ، لِأَنَّهُ مُطَابِقٌ لِقَوْلِهِ تَعَالَى: {وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ}. وَأَحْوَجُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ إلَى التَّذْكِيرِ بِاللَّهِ عِنْدَ سُؤَالِ الْمَلَائِكَةِ “

Jika mayit telah dimasukkan ke dalam kuburnya, maka sesungguhnya disunnahkan mentalqinnya pada saat itu. Hal ini merupakan perbuatan penduduk Madinah yang shaleh lagi baik, karena sesuai dengan firman Allah ta’ala :

“Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.”
Dan seorang hamba sangat membutuhkan peringatan tentang Allah saat ditanya oleh malaikat”

(Muhammad bin Yusuf Al-Mawwaq Al-Maliki, At-Taj Wal Iklil li Mukhtashari Khalil, juz 2, h. 375).

Baca Juga: 6 Pemain Bintang yang Absen di Piala Dunia 2022 Qatar, Dybala hingga Paul Pogba

Senada dengan kedua ulama di atas, Imam Nawawi dari mazhab Syafi’i menuturkan :

يُسْتَحَبُّ تَلْقِينُ الْمَيِّتِ عَقِبَ دَفْنِهِ فَيَجْلِسُ عِنْدَ رَأْسِهِ إنْسَانٌ، وَيَقُولُ: يَا فُلَانَ ابْنَ فُلَانٍ وَيَا عَبْدَ اللَّهِ ابنَ أَمَةِ اللَّهِ، أُذْكُرِ العَهْدَ الَّذِي خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا: شَهَادَةَ أَنْ لَا إِلَهَ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، وَأَنَّ الْجَنَّةَ حَقٌّ، وَأَنَّ النَّارَ حَقٌّ، وَأَنَّ البَعْثَ حَقٌّ، وَأَنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ لَارَيْبَ فِيهَا، وَأَنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ مَنْ فِي الْقُبُورِ. وَأَنَّكَ رَضِيتَ بِاللَّهِ رَبًّا، وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا، وَبِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيًّا، وَبِالْقُرْآنِ إِمَامًا، وَبِالْكَعْبَةِ قِبْلَةً، وَبِالْمُؤْمِنِينَ إِخْوَانًا. “

"Disunnahkan mentalqin mayit
segera setelah menguburnya, di mana seseorang duduk di depan kepala mayit, dan berkata: Wahai fulan anak fulan, dan wahai hamba Allah anak hamba perempuan Allah. Ingatlah janji yang atasnya kamu keluar dari dunia, yaitu persaksian bahwa tiada tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu baginya, sesungguhnya Nabi Muhammad adalah hamba dan rasulNYA, surga itu benar, neraka itu benar, kebangkitan itu benar, kiamat itu pasti datang; tiada keragu-raguan di dalamnya, Allah akan membangkitkan orang yang ada dalam kubur.

Dan sungguh kamu telah meridhai Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama, Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam sebagai Nabi, Al-Qur’an sebagai imam, Ka’bah sebagai kiblat, dan kaum Mukminin sebagai saudara”

(Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Al-Majmu’, juz 5, h. 303). Sedangkan, Syekh Al-Bahuti dari mazhab Hanbali menulis :

وَسُنَّ تَلْقِيْنُهُ أَيْ: الْمَيِّتِ بَعْدَ الدَّفْنِ عِنْدَ الْقَبْرِ؛ لِحَدِيْثِ أَبِي أُمَامَةَ البَاهِلِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ “

"Dan disunnahkan mentalqin mayit setelah dipendam di kuburan, karena hadits riwayat Abi Umamah Al-Bahili radhiyallahu anhu”
(Mansur bin Yunus Al-Bahuti, Syarh Muntahal Iradat, juz 1, h. 374).

Kedua, sebagian ulama mazhab Hanafi menegaskan, mentalqin mayit setelah dikubur hukumnya mubah. Syekh Az-Zaila’i dari mazhab Hanafi menyebutkan :

Baca Juga: 6 Pemain Bintang yang Absen di Piala Dunia 2022 Qatar, Dybala hingga Paul Pogba

أَنَّ تَلْقِينَ الْمَيِّتِ مَشْرُوعٌ، لِأَنَّهُ تُعَادُ إلَيْهِ رُوحُهُ وَعَقْلُهُ، وَيَفْهَمُ مَا يُلَقَّنُ

“Sesungguhnya mentalqin mayit itu disyariatkan, sebab ruhnya dikembalikan kepadanya, begitu pula akalnya. Dia memahami apa yang ditalqinkan (diajarkan)”

(Usman bin Ali Az-Zaila’i, Tabyinul Haqaiq Syarh Kanzud Daqaiq, juz 3, h. 153).

Di antara ulama yang membolehkan mentalqin mayit adalah Syekh Ibnu Taimiyyah. Beliau berkata :

تَلْقِينُهُ بَعْدَ مَوْتِهِ لَيْسَ وَاجِبًا بِالْإِجْمَاعِ، وَلَا كَانَ مِنْ عَمَلِ الْمُسْلِمِينَ الْمَشْهُورِ بَيْنَهُمْ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَخُلَفَائِهِ. بَلْ ذَلِكَ مَأْثُورٌ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْ الصَّحَابَةِ؛ كَأَبِي أُمَامَةَ، وَوَاثِلَةَ بْنِ الْأَسْقَعِ. فَمِنَ الْأَئِمَّةِ مَنْ رَخَّصَ فِيهِ كَالْإِمَامِ أَحْمَدَ، وَقَدْ اسْتَحَبَّهُ طَائِفَةٌ مِنْ أَصْحَابِهِ، وَأَصْحَابِ الشَّافِعِيِّ. وَمِنَ الْعُلَمَاءِ مَنْ يَكْرَهُهُ لِاعْتِقَادِهِ أَنَّهُ بِدْعَةٌ. فَالْأَقْوَالُ فِيهِ ثَلَاثَةٌ: الِاسْتِحْبَابُ، وَالْكَرَاهَةُ، وَالْإِبَاحَةُ، وَهَذَا أَعْدَلُ الْأَقْوَالِ

“Mentalqin mayit setelah kematiannya itu tidak wajib, berdasarkan ijma’, juga tidak termasuk perbuatan yang masyhur di kalangan umat Islam pada masa Nabi shallallahu alaihi wasallam dan para khalifahnya. Tetapi, hal itu diceritakan dari sebagian sahabat, seperti Abi Umamah dan Watsilah bin Al-Asqa’. Karenanya, sebagian ulama membolehkannya, seperti imam Ahmad.

Sebagian sahabat (murid) imam Ahmad, dan sahabat-sahabat imam Syafi’i mensunnahkannya. Sebagian ulama menghukuminya makruh, karena meyakininya sebagai bid’ah. Dengan demikian, ada tiga pendapat dalam hal ini; sunnah, makruh, dan mubah. Dan pendapat yang terakhir (mubah) merupakan pendapat yang paling adil”
(Ahmad bin Abdul Halim bin Taimiyyah, Al-Fatawa Al-Kubra, juz 3, h. 356).

Ketiga, sebagian ulama mazhab Maliki menyatakan, mentalqin mayit setelah dikubur hukumnya makruh. Syekh Abdul Wahab Al-Baghdadi Al-Maliki menyebutkan:

وَكَذَا يُكْرَهُ عِنْدَهُ – أَيْ عِنْدَ مَالِكٍ – تَلْقِيْنُهُ بَعْدَ وَضْعِهِ فِي قَبْرِهِ

“Begitu pula dimakruhkan, menurut imam Malik, mentalqin mayit setelah diletakkan di dalam kubur”

(Abdul Wahhab bin Ali Al-Baghdadi, Syarhur Risalah, h. 266).
Dengan demikian dapat disimpulkan, para ulama berbeda pendapat tentang hukum mentalqin mayit setelah dikubur.

Baca Juga: Paman di Berau Tega Memperkosa Keponakan saat Tidur, Padahal Ada Istri Pelaku di Sampingnya

Sebagian ulama mazhab Hanafi, sebagian ulama mazhab Maliki, ulama mazhab Syafi’i, dan ulama mazhab Hanbali menghukuminya sunnah. Sebagian ulama mazhab Hanafi yang lain menghukuminya mubah. Sedangkan, sebagian ulama mazhab Maliki yang lain menghukuminya makruh.

Dari ketiga pendapat di atas, tampaknya pendapat yang menyatakan kesunnahan mentalqin mayit merupakan pendapat yang kuat, sebab didukung oleh hadits riwayat Abu Umamah, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda :

إِذَا مَاتَ أَحَدٌ مِنْ إِخْوَانِكُمْ، فَسَوَّيْتُمِ التُّرَابَ عَلَى قَبْرِهِ، فَلْيَقُمْ أَحَدُكُمْ عَلَى رَأْسِ قَبْرِهِ، ثُمَّ لِيَقُلْ: يَا فُلانَ بن فُلانَةَ، فَإِنَّهُ يَسْمَعُهُ وَلا يُجِيبُ

“Bila seseorang dari kalian mati, maka ratakanlah tanah di kuburnya. Lalu hendaknya salah seorang di antara kalian berdiri di atas kuburnya, kemudian berkata :

“Wahai Fulan putra si Fulanah’. Sungguh si mayit mendengarnya dan tidak menjawabnya.
(HR Thabrani).

Imam Nawawi mengomentari hadits tersebut, bahwa sekalipun hadits itu dhaif tetapi dapat dijadikan sebagai dalil penguat. Apalagi, para ulama ahli hadits dan ulama lain sepakat menerima hadits-hadits terkait amal utama, berita gembira, dan peringatan
(Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Al-Majmu’, juz 5, h. 304).

( Dikutip dari berbagai sumber )

Baca Juga: Biadab! Ancam Sebar Video Korban, Paman Setubuhi Ponakan Selama 2 Tahun

Namun diantara perbedaan pendapat ulama diatas tentang masalah TALQIN, ada satu hal yang harus bahkan bisa jadi wajib dan saya rasa semua madzhab akan sepakat dengan sebuah ungkapan dari sesepuh Orang Sunda bahwa TALQIN TEH KUDU TELEKKIN, yaitu TALQIN itu harus diTELEK-telek sing nepi ka yaKIN atau TALQIN harus diperhatikan dengan benar hingga membuat kita semua sampai kepada titik keyakinan bahwa apa yang kita perhatikan yaitu orang yang mengalami Sakaaratul Mauut, atau yang sudah menjadi jenazah bahkan yang sudah dikuburkan.

Suatu saat yang pasti akan terjadi kepada diri kita, yaitu kita pun akan mengalami hal yang sama yaitu akan menghadapi Sakaaratul Mauut yang menjadi akhir dari segala urusan di dunia namun akan menjadi awal segala pertanggungjawaban dan akibat dari semua urusan di dunia.

Wallahu a’lam.

Semoga bermanfaat.

Baca Juga: Pria di Lampung Tengah Perkosa Anak 3 Kali di Kebun Singkong, Korban Diimingi Uang Rp10 Ribu

"PROF. AKRONIM " Dadan Sundayana

Editor: Ipan Sopian

Tags

Terkini

Terpopuler