Suksesi Crazy Rich Asia Pada 2030 akan Berpindah Tangan ke Generasi Pewaris

- 7 Maret 2024, 13:31 WIB
Ilustrasi seorang pria yang sedang menghamburkan uang ke udara.
Ilustrasi seorang pria yang sedang menghamburkan uang ke udara. /Freepik

Pengawasan dan keseimbangan yang dilakukan oleh komite investasi dan dewan keluarga Grup Chaudhary memastikan bahwa filosofi bisnis dan sosial yang ditetapkan oleh pendiri dan presidennya – Binod Chaudhary, 68, miliarder pertama dan satu-satunya di Nepal – terus diikuti.

Pedoman ini menentukan tata kelola bisnis yang menyumbang hampir 10 persen – atau sekitar US$3,6 miliar – dari produk domestik bruto Nepal senilai US$40 miliar, serta kepentingan keluarga di negara-negara berkembang lainnya di Asia dan Afrika, dan ekspansi ke AS. , Eropa dan tempat lain.

Struktur seperti ini semakin menjadi sorotan selama dekade penting transfer kekayaan bagi banyak keluarga paling makmur di kawasan ini, ketika para pendiri generasi pertama mulai memasuki usia senja dan rencana suksesi menjadi semakin penting.Baca Juga: Intip Bisnis Sampingan Pemain Persib Bandung, Marc Klok

Perubahan membuat generasi tua ragu dan menunda penyerahan estafet kekuasaan bisnis. Namun, manager-manager yang mengelola kekayaan dan jasa layanan keuangan untuk Asia di perusahaan swasta  mengatakan, bahwa momen estafet kekuasaan bisnis sudah semakin dekat.

Peralihan yang semakin dekat ini akan membuat para pengacara dan manajer kekayaan sibuk dengan penyesuaian strukturisasi yang rumit selama bertahun-tahun. Ahli  waris akan mulai mengklaim hak kesulungan mereka, investasi mengalir ke sektor-sektor baru dan jumlah kantor keluarga di wilayah tersebut meningkat.

Tren di Kalangan Pewaris

Meski pun suksesi dari generasi ke generasi memiliki kasus berbeda-beda, namun Wouter Kneepkens, partner di kantor keluarga Blauwpark Partners di Singapura, mengatakan ada tren umum yang menunjukan berkurangnya minat generasi muda menjalankan bisnis keluarga.

“Generasi pertama akan membangun dan menciptakan kekayaan, generasi kedua akan membangun kekayaan, sedangkan generasi ketiga – yang cenderung paling berpendidikan – sering kali lebih memilih berkarir di luar negeri atau fokus pada sisi investasi atau hal-hal lain,” ujar Kneepkens.

Sebuah pola juga muncul dalam hal investasi. Para pendiri perusahaan keluarga umumnya memiliki uang tunai paling sedikit dan mengembalikan sebagian besar uang tersebut ke perusahaan. Sementara generasi kedua sering bergantung pada bankir swasta. 

Sebaliknya, generasi ketiga cenderung memiliki strategi investasi yang lebih canggih, namun tidak memiliki wewenang untuk melakukan perubahan karena generasi sebelumnya masih memegang kendali.

Halaman:

Editor: Arief TE

Sumber: South China Morning Post


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x