Darurat Generasi dan Stigmatisasi Pernikahan Dini

- 6 November 2021, 14:08 WIB
Ilustrasi : Darurat Generasi dan Stigmatisasi Pernikahan Dini
Ilustrasi : Darurat Generasi dan Stigmatisasi Pernikahan Dini /PIXABAY

MATA BANDUNG - Dilansir dari KABAR PRIANGAN 5 November 2021 Tingginya angka perceraian dan pernikahan dini di Kota Tasikmalaya menjadi perhatian Komisi IV DPRD Kota Tasikmalaya.

Data di Pengadilan Agama Kota Tasikmalaya, jumlah perceraian mencapai 230 per bulan. Sedangkan yang melakukan pernikahan dini 60 pasang.

Fakta itu menjadi pertanda bahwa implementasi Perda Kota Tasikmalaya tentang Ketahanan Keluarga belum berjalan optimal dalam membentengi keluarga yang kokoh sesusai harapan.

Ketua Komisi VI Dede Muharam dan anggotanya H. Badruzaman memandang fakta itu harus jadi bahan evaluasi bersama.

Baca Juga: Ternyata Oppo A95 Sudah Bisa Menikmati Jaringan 5G Sejak Awal Perilisannya Loh, Ini Spesifikasinya

Baca Juga: Yana Dukung Langsung Atlet Peparnas XVI Papua 2021.

"Fakta itu tentu membuat kami sangat prihatin dan harus menjadi tanggung jawab bersama," ujarnya, baru-baru ini.

Pandemi yang berlangsung hampir dua tahun ini membuat jumlah pernikahan dini meningkat. Hal ini juga disoroti Komnas Perempuan dalam siaran pers nya

Dikutip dari website resmi komnas perempuan, Selama pandemi Covid -19 terjadi lonjakan perkawinan anak hampir tiga kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya.

Dispensasi perkawinan melonjak dari sekitar 23 ribu menjadi 64 ribu di Pengadilan Agama pada tahun 2020 (Badilag, 2020).

MENGAPA PERNIKAHAN DINI MARAK TERJADI?

Jika ditelisik lebih jauh, ada beragam faktor yang mendasari banyaknya kasus pernikahan dini. Diantaranya, faktor sosial budaya, ekonomi, pendidikan, media masa, pandangan dan kepercayaan, dan orang tua.

Hak anak merupakan hal yang wajib dijaga. Anak merupakan aset yang akan meneruskan dan menentukan masa depan suatu bangsa. Tapi dari penanganan yang dihadirkan pemerintah, hanya pernikahan dini yang sering dijadikan kambing hitam dan di stigmatisasi sebagai hal yang negatif.

Bahkan dalam siaran pers nya Komnas Perempuan menyebut bahwa pernikahan dini/pernikahan muda merupakan praktik berbahaya (Harmful practice) yang menghambat Indonesia Emas 2045.

Baca Juga: Hasil Draw Grup M3 World Championship 2021.

Pernikahan dini yang marak terjadi dewasa ini tak lepas dari rangsangan syahwat melalui bombardir konten berbau pornografi. Persaingan para content creator membuat mereka memutar otak untuk mencari komoditas yang laku, dan konten dengan unsur seksual memang selalu menarik banyak peminat. Dewasa ini kita dilanda arus seksualisasi. Sehingga dorongan relasi dan perilaku manusia dipenuhi unsur hiperseksualisasi.

Padahal penyikapan realitas ini lebih penting dari pada sekedar mempersoalkan pernikahan dini yang dalam perspektif agama diperbolehkan, karena realitas ini dampaknya lebih berbahaya dan bahkan menjadi penyebab dari maraknya pernikahan dini.

Dampaknya bisa kita lihat sendiri, kerusakan moral berupa seks bebas yang kian hari kian merebak di kalangan anak muda. Pacaran bebas, bahkan mereka sudah tidak asing dengan FWB (Friend With Benefit) dan Having Sex.

Pencegahan pernikahan dini dari pemerintah tidak sesuai dengan realitas dan malah terkesan mendiskreditkan agama sebagai faktor maraknya pernikahan dini.

Pada realitas yang semakin menyesakan dada ini, tidak didapati keseriusan dalam pencegahan dan penolakan dari pemerintah. Suaranya tak lebih nyaring dari upaya pencegahan dan penolakan terhadap pernikahan dini.

Baca Juga: Kisaran Rp 4 Juta Oppo A95 Hadir dengan Kecanggihan RAM Expansion

Dalam memandang pernikahan dini pemerintah hanya melihat dari satu sisi dan cenderung mengeneralisasi dan menstigmatisasi pernikahan dini sebagai hal yang negatif dan menimbulkan berbagai keburukan.


MEMANDANG PERNIKAHAN DINI DALAM SUDUT PANDANG ISLAM

Islam memberikan solusi bagi permasalahan yang menyangkut personal maupun komunal. Cara pandang yang khas ini juga hadir ketika kita memandang pernikahan dini dalam lensa Islam.

Islam tidak memberi solusi tambal sulam, tapi menghadirkan solusi yang preventif. Termasuk dalam masalah pergaulan, Islam mencegah berbagai kerusakan dan penyimpangan. Seperti pacaran, hamil diluar nikah, pergaulan bebas, pemerkosaan, dll.

Larangan pernikahan dini, masifnya stigmatisasi terhadap pernikahan dini dan pembatasan usia pernikahan diatas usia 19 tahun sangat bertentangan dengan syariat Islam.

Dalam Islam pernikahan dini tidak dilarang, bahkan menjadi solusi untuk menjaga diri dari zina. Pernikahan dini halal dilakukan ketika tidak ada unsur paksaan dan sudah ada kesiapan ilmu, materi (kemampuan memberi nafkah), fisik, dan psikis dari kedua belah pihak.
Usia pernikahan bukan lagi menjadi persoalan ketika sudah ada kesiapan dari kedua belah pihak.

Baca Juga: PKS Sebut Dasar Huku Permendikbud No 30 Tahun 2021 Tidak Jelas

LANTAS, BAGAIMANA SOLUSINYA?

Sebenarnya, yang lebih penting adalah memberantas akar masalah dari maraknya pernikahan dini. Sebab, pernikahan diusia dini tidak boleh dilarang. Syarat sah menikah adalah baligh dan meski belum mencapai usia 19 tahun maka pernikahannya tetap sah dimata agama.

Tapi di satu sisi lain, dewasa ini pernikahan dini menjadi sebuah problem solving bagi mereka yang bergaul dengan kebablasan. Pernikahan dini yang tanpa persiapan dan kesiapan malah menimbulkan persoalan yang semakin pelik di kemudian hari. Sebab, dewasa ini banyak yang sudah baligh tapi belum akil, belum dewasa secara mental. Bahkan tidak paham dengan hakikat sebenarnya dari pernikahan.

Solusi satu-satunya yang bisa dilakukan adalah mengganti sistem sekular dengan sistem Islam. Seharusnya kita mencermati bahwa ada problem sistem yang menghasilkan anak yang matang secara seksual namun tidak matang secara spiritual.

Problem sistem tersebut adalah karena penerapan sistem kapitalis sekuler yang membebaskan syahwat dan membuka lebar-lebar rangsangan kepornoan, dan menyuburkan gaya hidup pacaran.

Sementara sistem Islam, mencegah kebebasan syahwat dan menggembleng anak-anak untuk menjadi SDM unggul baik di dunia dan di akhirat. Jikapun menikah akan melalui jalan yang bersih dan sehat, bukan dengan jalan pacaran dan Zina.

Sistem Islam yang paripurna ini hanya akan tegak seandainya tiga pilar utama telah terpenuhi. Yakni, Keluarga sebagai pilar utama pembentukan dan penjagaan generasi. Pilar kedua, yakni masyarakat dengan mewujudkan sistem pergaulan yang sesuai syari'at, sistem ekonomi, kontrol sosial dan Amar ma'ruf nahi Mungkar.

Dan yang paling penting adalah hadirnya negara sebagai pilar ketiga. Negara berkewajiban menjalankan semua aturan tadi dengan kekuatan politis yang dimilikinya. Negara atau Penguasa adalah pilar ketiga penegakan hukum berupa kewajiban menerapkan seluruh hukum Islam tadi di tengah umat secara tegas dan konsisten.

Rahasia inilah yang sering dilupakan oleh kita. Padahal tegaknya tiga pilar ini adalah kunci bagi lahirnya generasi terbaik. Dan ini sudah terbukti oleh sejarah, dimana umat Islam tampil sebagai umat terbaik dengan SDM yang unggul dan mustanir.

Baca Juga: Robert Bocorkan Kunci Sukses Persib Selama Seri Kedua Liga 1 2021

Saya tidak melihat budaya barat yang marak dijadikan kiblat oleh peraturan kita saat ini baik dan layak untuk di contoh. Maka sudah saatnya umat kembali pada pada hukum-hukum Islam secara menyeluruh. Pada satu-satunya sistem yang memiliki standar benar dan salah yang jelas (Khaerunnisa Sofia).***

Editor: Ipan Sopian


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x