Penggelapan Dana Bansos COVID-19: KPK Temukan Indikasi Korupsi di Kemensos

- 27 Juni 2024, 21:05 WIB
Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto
Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto /Karawangpost/Foto/KPK-RI

Dalam penyelidikan awal, KPK telah menetapkan satu orang tersangka, yaitu Ivo Wongkaren, Direktur Utama Mitra Energi Persada sekaligus Tim Penasihat PT Primalayan Teknologi Persada. Ivo Wongkaren dituntut 13 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 12 bulan penjara dalam kasus ini. Selain itu, Ivo diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp120.118.816.820 dikurangi dengan harta benda milik terdakwa yang sudah disita. Apabila sisa uang pengganti tidak dibayar selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan dilelang atau dipidana selama lima tahun.

Jaksa menegaskan bahwa Ivo Wongkaren tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Ia dianggap sebagai inisiator atau perencana utama yang menghendaki keuntungan pribadi dari tindak pidana korupsi ini. "Perbuatan tersebut dalam periode waktu tertentu, bencana non-alam COVID-19. Terdakwa melakukan korupsi bertujuan memperoleh keuntungan di luar kewajaran. Terdakwa tidak mengakui perbuatannya," jelas jaksa.

Tidak hanya Ivo Wongkaren, penyelidikan KPK juga menyoroti keterlibatan beberapa pihak lainnya dalam skandal korupsi bansos ini. Dalam surat dakwaan yang sama, jaksa juga menuntut pidana penjara terhadap Roni Ramdani, Tim Penasihat PT Primalayan Teknologi Persada, selama 10 tahun dan denda sebesar Rp1 miliar subsider 12 bulan penjara. Sementara itu, General Manager PT Primalayan Teknologi Persada, Richard Cahyanto, dituntut pidana penjara selama 7 tahun serta denda Rp1 miliar subsider 12 bulan penjara.

Roni Ramdani juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp616.241.000 yang dikurangi dengan barang bukti yang telah dirampas untuk negara. Jika sisa uang pengganti tidak dibayar paling lambat satu bulan setelah putusan inkrah, maka harta bendanya akan dilelang atau dipidana selama satu tahun. Richard Cahyanto juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp4.134.000.000. Apabila sisa uang pengganti setelah dikurangkan dengan uang sitaan yang dirampas untuk negara tidak dibayar maksimal satu bulan pascaputusan inkrah, harta benda Richard dapat dilelang atau dipidana selama dua tahun.

Ketiga terdakwa tersebut dinyatakan terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambahkan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dalam dakwaan alternatif kesatu. Mereka didakwa merekayasa pekerjaan konsultansi dengan menunjuk PT Primalayan Teknologi Persada sebagai konsultan PT Bhanda Ghara Reksa (Persero) dalam pekerjaan penyaluran bansos beras untuk Keluarga Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan dari Kementerian Sosial Tahun 2020 yang merugikan keuangan negara sejumlah Rp127.144.055.620.

Skandal korupsi bansos COVID-19 ini menjadi salah satu contoh nyata dari bagaimana pandemi global dimanfaatkan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab untuk keuntungan pribadi. Pemerintah, melalui berbagai lembaga termasuk KPK, terus berupaya untuk mengusut tuntas kasus ini dan memastikan bahwa para pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri telah meminta KPK untuk terus mengawal dan mendampingi penyaluran bantuan sosial agar tidak terjadi penyimpangan seperti yang terjadi pada kasus ini. "Presiden Jokowi minta KPK ikut dampingi penyaluran bansos COVID-19," jelas Tessa Mahardika. Penegasan ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi.

Namun, meskipun berbagai upaya telah dilakukan, KPK masih menemukan kesemrawutan dalam penyaluran bansos di beberapa wilayah. Kesemrawutan ini menjadi tantangan tersendiri dalam memastikan bahwa bantuan sosial benar-benar sampai kepada mereka yang membutuhkan tanpa adanya penyalahgunaan. "KPK masih temukan kesemrawutan penyaluran bansos," ungkap Tessa.

Presiden Jokowi juga telah menegaskan bahwa tidak akan ada perlindungan bagi pejabat yang terlibat dalam kasus korupsi. "Presiden tak akan lindungi pejabat terlibat korupsi," tambah Tessa. Penegasan ini menunjukkan bahwa pemerintah serius dalam menindak setiap bentuk korupsi tanpa pandang bulu.

Kasus korupsi bansos COVID-19 ini menjadi pelajaran penting bagi semua pihak, baik pemerintah, lembaga penegak hukum, maupun masyarakat. Pengawasan yang ketat dan transparansi dalam penyaluran bantuan sosial harus menjadi prioritas utama untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan. Kolaborasi antara berbagai lembaga juga sangat penting untuk memastikan bahwa setiap tindakan korupsi dapat segera diungkap dan ditindaklanjuti.

Halaman:

Editor: Mia Nurmiarani

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah