Rekor pertama dipecahkan Zohri pada babak semifinal ketika dia mencatatkan waktu 10,15 detik. Hasil itu mempertajam catatan waktu yang sudah 10 tahun dipegang Suryo Agung Wibowo (10,17 detik) pada SEA Games 2007 Laos.
Dia kemudian kembali mempertajam rekor nasional 100 meter itu pada babak final dengan waktu 10,13 detik.
Zohri, yang baru tergabung ke pelatnas pada akhir 2017, seakan mengangkat kembali derajat prestasi atletik Indonesia di ajang internasional, termasuk Olimpiade. Ia membuktikan bahwa atlet Indonesia mampu kompetitif pada nomor lari jarak pendek yang selalu didominasi oleh pelari AS dan Jamaika.
Baca Juga: Kasus Covid-19 Melonjak Tinggi, Luhut Minta Masyarakat Jadikan Ini Momen Mawas Diri
Pasalnya, belum ada lagi pelari Indonesia yang mampu menembus syarat kualifikasi Olimpiade—bukan karena jalur wildcard—sejak Mardi Lestari yang lolos semifinal nomor lari 100 meter pada Olimpiade 1988 Seoul.
Namun jauh sebelum itu, Zohri sebetulnya sudah mencuri perhatian sejak tampil dalam Kejuaraan Dunia Atletik U-20 2018 di Tampere, Finlandia, 11 Juli 2018.
Dia mengukir sejarah menjadi sprinter pertama Indonesia yang meraih medali emas pada nomor lari 100 meter, yang merupakan nomor paling bergengsi di cabang atletik.
Bersaing dengan tujuh sprinter junior terbaik dunia, Zohri finis terdepan dengan catatan waktu 10,18 detik, mengalahkan pelari AS Anthony Schwartz dan Eric Harrison yang sama-sama mencatatkan waktu 10,22 detik.
Rentetan prestasi yang diukir Zohri tersebut bisa dibilang cukup fenomenal apalagi kini dia juga dinobatkan sebagai pelari tercepat Asia Tenggara yang memiliki catatan waktu terbaik 10,03 detik.
Sayangnya, Zohri gagal meningkatkan ataupun hanya mempertahankan catatan apik tersebut saat bertanding dalam Kejuaraan Atletik Dunia IAAF 2019 di Khalifa International Stadium Doha, Qatar, 27 September 2019.