3 Mahasiswa ITB Inisiator Penggunaan Maggot untuk Mengelola Sampah Organik di Dago, Kota Bandung, Keren Ya!

- 26 Maret 2024, 21:01 WIB
Tim Amreta mengadakan syukuran pembangunan Imah Maggot Bantaran bersama komunitas-komunitas di Sungai Cikapundung. (Dok. Pribadi)
Tim Amreta mengadakan syukuran pembangunan Imah Maggot Bantaran bersama komunitas-komunitas di Sungai Cikapundung. (Dok. Pribadi) /Dok. itb.ac.id/

MATA BANDUNG - Tiga mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) menggunakan maggot Black Soldier Fly (BSF) untuk memulai program pengelolaan sampah organik. Muhammad Aufa Rahdi Sirait, Hasna Khadijah, dan Seranti Ninan Nury adalah anggota dari trio ini. Mereka bekerja sama dengan komunitas Cika-cika, yang terdiri dari pegiat lingkungan, seni, dan kebudayaan Sunda.

Seluruhnya masih mahasiswa Teknik Lingkungan di Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan (FTSL) dan pada tahun 2023 mereka berpartisipasi dalam "Ideathon Inovasi Sosial S2Cities 2023: Muda Urun Ide untuk Kota Bandung." Ketiganya dari tim Amreta menjadi pemenang kedua dalam kompetisi yang diadakan oleh World Resources Institute (WRI) Indonesia. Gelaran tersebut berfokus pada pengelolaan sampah organik dengan maggot BSF.

Data yang dikumpulkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada tahun 2022 menunjukkan bahwa sampah paling umum adalah sampah sisa makanan, yang sebagian besar berasal dari rumah tangga. Karena itu, mereka menciptakan solusi untuk mengelola sampah organik dengan menggunakan maggot BSF di rumah maggot, yang kemudian disebut Imah Maggot Bantaran.

 Baca Juga: Wah ITB Menerima 1.950 Calon Mahasiswa Baru dari Jalur SNBP 2024, Cek Info Terbaru di Link yang Ada di Sini!

Tim Amreta mengadakan syukuran pembangunan Imah Maggot Bantaran bersama komunitas-komunitas di Sungai Cikapundung. (Dok. Pribadi)
Tim Amreta mengadakan syukuran pembangunan Imah Maggot Bantaran bersama komunitas-komunitas di Sungai Cikapundung. (Dok. Pribadi)

Imah Maggot Bantaran terletak di RT 04, RW 03, Dago Pojok, Kecamatan Dago, Kota Bandung. Sejauh ini, hampir 1 ton sampah sisa makanan telah diolah di Imah Maggot Bantaran sejak Januari 2024. Jauh sebelum itu, tim Amreta sudah merencanakan dan berbicara langsung dengan komunitas dan praktisi tentang pengelolaan sampah organik pada tahun 2023.

WRI Indonesia mendukung program pembangunan dan peralatan Imah Maggot Bantaran, dan The Local Enablers mendukung perencanaan program. Selama proses ini, tim Amreta bekerja sama dengan individu dan masyarakat lokal.


Komunitas Sungai Cikapundung dan tim Amreta berkumpul untuk merayakan pembangunan Imah Maggot Bantaran. Imah Maggot Bantaran berkonsentrasi pada mengurangi sampah sisa olah dapur (SOD) dari komunitas sekitar. Lebih dari lima puluh kepala keluarga telah menerima instruksi untuk mengelola sampah sisa makanan.

Baca Juga: Pakar Transportasi ITB: BIUTR Tak akan Selesaikan Kemacetan di Bandung, Kita Tak Bisa Terus Akomodasi 'Demand'

Komunitas Cika-cika yang turut serta mengelola Imah Maggot Bantaran. (Dok. pribadi)
Komunitas Cika-cika yang turut serta mengelola Imah Maggot Bantaran. (Dok. pribadi)

Sebelum memasuki tahap pengelolaan sampah dengan maggot, masyarakat diberi instruksi tentang cara memilah sampah di rumah dan berbagai keuntungan dari maggot BSF. Mereka juga diberikan ember 5 liter sebagai wadah khusus untuk sampah organik.

Menurut Hasna Khadijah, maggot ini tidak menyebarkan penyakit dan seluruh siklusnya berguna. Sampah organik tinggi adalah makanan untuk maggot BSF. Larva BSF dapat memakan sampah organik hingga tiga hingga empat kali berat badannya sendiri.

"Kami sharing manfaat dari maggot BSF dan apa saja manfaat dengan bergabung ke program ini, seperti sampah diolahkan dan tidak dipungut biaya. Kami juga menyediakan wadah ember 5 liter yang dibagikan ke rumah-rumah warga,” ujar Hasna.

Baca Juga: Kampus Memanggil: Guru Besar FSRD ITB Sebut Kampus Harus Melawan Segala Bentuk Tuna Etika dan Ketidakadaban

Imah Maggot Bantaran. (Dok. pribadi)
Imah Maggot Bantaran. (Dok. pribadi)


Muhammad Aufa Rahdi Sirait, di sisi lain, mengatakan bahwa di masa mendatang, produk yang dihasilkan dari pengolahan sampah organik dengan menggunakan maggot BSF, seperti maggot dan kasgot, akan digunakan untuk kegiatan masyarakat sekitar seperti Urban Farming (Buruan Sae), yang sudah berjalan di RT yang sama, untuk digunakan sebagai pakan ayam dan perikanan, hingga subtitusi kompos.

Program ini menerima respons yang baik dari masyarakat, yang menunjukkan bahwa mereka ingin berpartisipasi dalam pemilahan sampah.

Selain itu, Hasina berharap program ini dapat mengatasi masalah sampah organik di lingkungan komunitas dan berkelanjutan.

Baca Juga: Kampus Memanggil: Guru Besar Farmasi ITB Menuntut Pemerintahan yang Terbentuk Tidak Jalankan Politik Dinasti

Baca Juga: Kampus Memanggil: Guru Besar FSRD ITB Sebut Kampus Harus Melawan Segala Bentuk Tuna Etika dan Ketidakadaban
Baca Juga: Kampus Memanggil: Guru Besar FSRD ITB Sebut Kampus Harus Melawan Segala Bentuk Tuna Etika dan Ketidakadaban

Seranti Ninan Nury menyatakan bahwa program ini tidak hanya dapat menjadi inspirasi bagi orang lain, tetapi juga diharapkan dapat digunakan oleh pemerintah untuk menawarkan solusi alternatif untuk masalah sampah Kota Bandung.

Menurutnya, solusi kecil seperti ini dapat menjadi cara untuk memperbaiki sistem pengelolaan sampah secara keseluruhan di Kota Bandung jika dig

abungkan dengan sistem yang sudah ada.


"Solusi-solusi kecil seperti ini apabila disatukan dan diintegrasikan dengan sistem yang sudah ada dapat menjadi opsi untuk memperbaiki sistem pengelolaan sampah secara keseluruhan di Kota Bandung," ujarnya.***

Editor: Mia Nurmiarani

Sumber: itb.ac.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x