Penjelasan Direktorat Jenderal Pajak tentang PPh 21 atas THR Diharapkan Bisa Meredakan Isu

27 Maret 2024, 21:21 WIB
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Dwi Astuti saat media gathering di Lombok, Nusa Tenggara Barat. /ANTARA/Imamatul Silfia/am.

MATA BANDUNG - Sehubungan dengan maraknya isu pajak penghasilan (PPh) 21 terhadap THR belakangan ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menjelaskan cara penghitungan PPh pasal 21 pada bulan diterimanya tunjangan hari raya (THR) dengan skema tarif efektif rata-rata (TER).

Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Dwi Astuti mengatakan PPh 21 dihitung dengan menjumlahkan gaji dan THR yang diterima pada bulan bersangkutan yang kemudian dikali dengan tarif sesuai tabel TER.

“Jumlah PPh Pasal 21 yang dipotong pada bulan diterimanya THR memang akan lebih besar dibandingkan pada bulan-bulan lainnya karena jumlah penghasilan yang diterima lebih besar, sebab terdiri dari komponen gaji dan THR,” ujar Dwi.

Baca Juga: Siap-siap, Kemenkeu Akan Naikan Cukai Untuk Rokok

Perubahan skema penghitungan PPh 21 dengan TER diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168 Tahun 2023.

Bila metode penghitungan sebelumnya pemberi kerja akan melakukan dua kali penghitungan dengan tarif Pasal 17 yaitu PPh 21 untuk gaji dan PPh 21 untuk THR, pada pengaturan baru pemberi kerja cukup menghitung penghasilan bruto sebulan dikali TER bulanan.

Komponen penghasilan bruto yang dimaksud mencakup gaji dan tunjangan teratur (termasuk uang lembur); bonus, THR, jasa produksi dan penghasilan lain yang sifatnya tidak teratur; imbalan dari kegiatan yang digelar oleh pemberi kerja; pembayaran iuran jaminan sosial ketenagakerjaan dan kesehatan yang dibayarkan pemberi kerja; serta pembayaran premi asuransi yang dibayarkan pemberi kerja.

Baca Juga: Pemerintah akan Naikan Pajak Motor Berbahan Bakar Bensin, Luhut : Biar Jakarta Lebih Bersih, Kita Lebih Sehat

Sebagai contoh, seorang pegawai tetap belum menikah dan tidak ada tanggungan (TK/0) menerima penghasilan bruto dari pemberi kerja senilai Rp6,5 juta pada masa pajak Februari, maka penghitungan PPh 21 menggunakan tarif efektif bulanan kategori A sebesar 1 persen.

Sementara pada masa pajak Maret, pegawai tersebut menerima penghasilan bruto dari pemberi kerja sebesar Rp13 juta karena dijumlah dengan THR. Maka, tarif efektif bulanan PPh 21 yang digunakan adalah kategori A sebesar 5 persen.

Dwi menggarisbawahi penerapan metode penghitungan PPh Pasal 21 menggunakan TER tidak menambah beban pajak yang ditanggung oleh wajib pajak. Tarif TER diterapkan untuk mempermudah penghitungan PPh Pasal 21 masa pajak Januari hingga November.

Nantinya pada masa pajak Desember, pemberi kerja akan menghitung kembali jumlah pajak yang terutang dalam setahun menggunakan tarif umum PPh Pasal 17, dan dikurangi jumlah pajak yang sudah dibayarkan pada masa Januari sampai November sehingga beban pajak yang ditanggung wajib pajak akan tetap sama.***

Editor: Arief TE

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler