Ancam Kebebasan, Aliansi Jurnalis Desak Kominfo Batalkan Aturan PSE

- 22 Juli 2022, 19:45 WIB
Ancam Kebebasan, Aliansi Jurnalis Desak Kominfo Batalkan Aturan PSE
Ancam Kebebasan, Aliansi Jurnalis Desak Kominfo Batalkan Aturan PSE /Kominfo



MATA BANDUNG - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mendesak Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) untuk membatalkan Peraturan Menteri Kominfo tentang PSE.

AJI menilai Permen Kominfo nomor 5 tahun 2020 memuat berbagai hal yang berpotensi mengancam kebebasan berpendapat, termasuk bagi para awak media.

Ketua Umum AJI Indonesia, Sasmito menilai Kominfo sejauh ini tidak menanggapi aspirasi yang disampaikan oleh masyarakat.

Baca Juga: Spoiler! Ending film 2037, Apakah Yoon Young dapat bahagia?

“Tapi ternyata Kominfo tidak mau mendengarkan aspirasi publik. Padahal Permenkominfo 5/2020 akan berdampak luas pada publik, termasuk komunitas pers,” Ujar Sasmito.

Sasmito juga menilai aturan tersebut tidak hanya persoalan administratif semata, melainkan sebagai upaya agar PSE tunduk pada ketentuan Permenkominfo 5/2020.

“Penundukan ini artinya memberikan pintu bagi Kominfo dan institusi pemerintah lainnya untuk mengawasi dan menyensor,” kata Sasmito.

Baca Juga: Bocoran, Lokasi Daftar MyPertana Secara Offline

Ada 4 pasal yang AJI Indonesia krusial di dalam Permenkominfo 5/2020 berisiko mengancam kebebasan pers secara langsung di Indonesia.

AJI juga menyoroti empat pasal dalam aturan tersebut yang dinilai dapat mengancam kebebasan berpendapat, diantaranya:

1. Pasal 9 ayat (3) dan (4)

Pasal tersebut memuat ketentuan seluruh PSE untuk tidak memuat informasi yang dilarang. Kriteria informasi dilarang tersebut meliputi yang melanggar undang-undang, meresahkan masyarakat, dan mengganggu ketertiban umum.

Baca Juga: Viral di TikTok berikut daftar pemain film 2037

AJI menilai kriteria “meresahkan masyarakat” dan “mengganggu ketertiban umum” dinilai sebagai pasal karet karena membuka ruang perdebatan, terlebih konten yang mengkritik lembaga negara atau penegak hukum.

Apalagi peraturan tersebut tidak diatur klausul ketat mengenai standar, juga tidak melibatkan pihak independen untuk menilai konten, dan tidak memuat klausul soal mekanisme keberatan dari publik.

Berbagai konten dapat dianggap meresahkan, mengganggu, atau hoaks oleh pihak-pihak tertentu, bahkan oleh pemerintah dan lembaga penegak hukum.

Baca Juga: Peryataan Menohok Dari Wali Kota Semarang, Pilih Jabar 1 atau Jateng 1

2. Pasal 14

Mengatur permohonan pemutusan akses atau blokir terhadap informasi yang meresahkan atau mengganggu ketertiban umum bisa dilakukan oleh masyarakat.

Ketentuan ini berisiko beri peluang, bagi mereka yang memiliki agenda politik, dapat mengajukan blokir terhadap konten/berita yang jadi konsumsi penting publik, tapi dinilai sepihak meresahkan publik atau mengganggu ketertiban umum.

3. Pasal 21 dan Pasal 36

PSE wajib memberikan akses sistem elektronik dan data elektronik ke kementerian/lembaga untuk pengawasan dan untuk penegakan hukum.

Baca Juga: Dishub Kota Bandung: Persimpangan Ini Paling Banyak Pelanggaran Lalu Lintas

AJI menilai ketentuan ini berisiko menjadi ruang bagi pemerintah untuk mengawasi kinerja media.

Pemerintah dan aparat dapt dengan mudah mengakses data pribadi dan membuka ruang pelanggaran hak privasi, termasuk pada jurnalis-jurnalis yang menjadi target.

Jurnalis juga harus meningkatan kesadaran terkait privasi dan keamanan digital. Salah satunya dengan mempelajari kerentanan penggunaan platform atau aplikasi sejak awal.***

Editor: Havid Gurbada


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x